Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Beberapa Hal yang Kemudian Menjadi Perkara

23 Mei 2018   21:00 Diperbarui: 23 Mei 2018   21:51 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat kau memalingkan muka dari separuh bulan yang memucat.  Sedang menatapmu yang berdiri di atap.  Namun kau memutuskan justru menghunjamkan perhatian kepada lalu lalang dan kegaduhan di bawah.  Saat itulah hati bulan patah di tengah-tengah.

Ketika hujan menutupi sebagian pandanganmu pada pepohonan saat melambaikan perpisahan kepada daun-daunnya yang tergelincir dibawa banjir.  Kemudian kau lebih tertarik pada pemandangan sebuah jembatan yang dibangun oleh warna warni atas persekutuan gerimis dan redup cahaya matahari.  Saat itulah rasa hujan runtuh dalam luruh.

Waktu petang menuruni undak-undakan langit.  Memperhatikanmu sedang meneguk liur menahan rasa sakit atas rindu yang digembala oleh sisa-sisa terik.  Saat itulah petang merasa terabaikan dalam-dalam.

Beberapa hal itu kemudian menjadi perkara.  Bulan sengaja menghindarimu dengan melamuri cahayanya dengan cuka.  Hujan berpura-pura kehabisan airmata lalu menghentikan semua nada-nada yang kau suka.  Petang bersicepat menghilang agar kau tidak sempat menikmati indahnya yang bukan kepalang.

Kau menyadari itu sebagai perkara justru setelah malam bernaung dalam kegelapan mutlak.  Kau tersedak.  Menyalahkan mata dan benak.  Kenapa abai terhadap semua kehendak yang menuntunmu supaya paling tidak sekedar tersentak.  Mengagumi beberapa ciptaan yang seharusnya membuatmu terbelalak.

Jakarta, 23 Mei 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun