Raja yang tidak mengerti apa maksud gawat yang digumamkan Citra terus-menerus, pasrah saja saat digelandang memasuki pintu belakang taman. Â Lebih terkaget-kaget lagi ternyata ruangan di balik pintu taman adalah hutan belantara yang begitu lebat sampai-sampai sinar matahari tidak bisa menembus lantai hutannya.
Raja mengucek-ucek matanya untuk memastikan tidak sedang berhalusinasi dan masih tetap waras. Â Citra berhenti menyeret Raja lalu duduk terengah-engah di bawah tajuk kanopi pohon Beringin raksasa.
"Citra, ini tempat apa? Â Apa yang terjadi? Kenapa ada hutan selebat ini di tengah-tengah Kota Bandung?" Raja tidak bisa menahan diri lagi untuk bertanya.
Seperti biasa, Citra selalu tersenyum tipis sebelum menjawab pertanyaan Raja," ini adalah tempat persembunyian yang paling aman bagiku jika keadaan sedang gawat Raja. Â Kau belum memahami sepenuhnya apa yang terjadi karena hanya dugaan dan cerita sepotong-sepotong saja yang kau ketahui."
"Aku berkewajiban untuk menceritakan semua kepadamu karena aku mengharapkan pertolongan darimu. Â Namun aku tidak bisa menceritakannya sekarang karena itu akan melanggar ramalan manuskrip kuno Trah Pakuan. Â Jika manuskrip itu dilanggar, cita-cita kami merubah sejarah pahit hanya akan berujung pada sakit," lanjut Citra.
Raja tercenung. Â Kembali mengolah semua dalam otaknya yang cerdas. Â Kepingan-kepingan teka-teki mulai terkumpul. Â Namun ada beberapa hal yang masih misterius sehingga dia belum bisa secara utuh merangkai semuanya dengan sempurna. Â Trah Pakuan? Manuskrip kuno?
"Baiklah aku mengerti. Â Tapi yang kamu maksud gawat itu tadi apa atau siapa?" Raja mengulang pertanyaannya.
Citra menghela nafas panjang sebelum menjawab pertanyaan Raja," itu tadi yang datang adalah suruhan dari Mahapatih Gajahmada atau jika di duniamu sekarang dikenal dengan nama Mada. Â Orang suruhan itu tentu saja hendak menangkapku. Â Mereka berupaya mencegahku yang sudah menemukanmu untuk memasuki Gerbang Waktu di Bubat. Â Kamu adalah kunci dari semua ini Raja. Â Percayalah, tapi hentikan dulu pertanyaan-pertanyaanmu."
Raja menatap mata seindah kejora itu dalam-dalam. Â Mencari kebenaran yang barangkali lupa disembunyikan. Â Gadis itu balas menatap dengan pandangan lelah dan mengiba. Â Raja percaya sekarang. Â Sepenuhnya.
------
Seorang anak gembala terkantuk-kantuk di atas kerbaunya yang sedang merumput di sebuah padang rumput kecil di pinggiran desa Bubat. Â Serulingnya menggantung di leher setelah hampir setengah harian di bunyikannya untuk menghibur diri melupakan betapa indahnya sekolah. Â Anak itu sama sekali tidak tersadar kerbaunya berjalan terus ke atas bukit mencari sumber rumput yang lebih lezat dan segar.