Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Tiket Sekali Jalan

7 Mei 2018   11:06 Diperbarui: 7 Mei 2018   11:10 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam terlarut dalam secangkir kopi.  Merenangi hitamnya sepenuh hati.  Menyesap rasa manisnya dengan hati-hati.  Ini kafein terakhir sebelum berkubang dalam mimpi.

Sementara sinar lampu saling berkejaran dengan udara tipis.  Mendung terisak-isak mengeluarkan tangis.  Menyirami aspal retak.  Memandikan anak-anak debu yang pasrah tergeletak. 

Dunia mengunci mulutnya rapat-rapat.  Membiarkan angin berdesir dalam kondisi mampat.  Langit tersedak.  Menahan nafas yang terasa begitu sesak.

Hidup berjalan begitu tiba-tiba.  Mendadak saja hadir di depan mata.  Rasanya baru kemarin merangkak di bawah meja.  Sekarang berdiri kuyu di hadapan senja.

Begitulah malam dan hidup saling berdampingan.  Berpegangan tangan.  Berselisih paham.  Menyudahi perjalanan.  Dengan tiket sekali jalan.

Jakarta, 7 Mei 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun