Raja menghentikan taksi sebelum Gedung Sate. Setelah membayar tanpa mengambil uang kembalian, bergegas pemuda ini turun sambil tetap menggandeng Citra yang celingukan. Raja berbelok memasuki sebuah jalan kecil, tembus di jalan besar lagi. Berbelok memasuki sebuah cafe tempat ngopi yang baru buka sore ini.
Mengambil tempat di pojokan. Raja menarik tempat duduk buat Citra lalu menjatuhkan pantatnya yang terasa pegal. Fiuuhh, sore yang mendebarkan.
Citra masih celingukan memandangi panorama sekitar ruangan. Kaget saat Raja menggamit lengannya.
"Citra, coba lihat aku. Â Benarkah yang kau katakan tadi bahwa namamu Dyah Pitaloka Citra Resmi? Lalu kau menyebut nama lengkapku Rajasanagara dengan tepat. Â Apakah kau hanya menebak-nebak saja?"
Citra memejamkan mata sejenak. Menatap tajam mata Raja sambil berkata,
"Itu memang nama asliku Raja dan aku tidak menebak nama lengkapmu. Aku tahu."
Raja membetulkan debar di jantungnya.
"Jadi....siapa sebenarnya dirimu Citra? Apakah..apakah...?" Â Raja belum mampu melanjutkan pertanyaan yang sudah menggantung di ujung lidahnya.
"Aku apa Raja? Aku Dyah Pitaloka Citra Resmi. Â Itu namaku." Citra menjawab lirih sambil tersenyum misterius.
"Maksudku, apakah kamu itu..ehm. Â Dyah Pitaloka yang itu?" Raja tergagap-gagap.
Citra tergelak. Â Giginya yang putih rata seperti pualam membuat sore serasa mengkilap bagi Raja.Â