Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Kaku dan Bisu

12 April 2018   21:54 Diperbarui: 12 April 2018   22:11 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulang-tulangku diremas waktu. Menopang keinginan yang meraja.  Ingin meraih senja dalam pelukan. Membaringkan bulan di pangkuan. Bersenandung tentang hujan yang lupa pulang. Di hari ketika warna jingga hampir matang.

Aku berusaha berdiri. Menguatkan setiap sendi yang serasa berjatuhan. Menjadi serakan di halaman yang tak ingat untuk dibersihkan. Menyatu dengan sekumpulan serasah basah. Menunggu cacing-cacing tanah menariknya dalam lorong-lorong rahasia. Diurai sempurna dalam bentuk hara. 

Berdiriku kaku.  Sekaku patung di musium yang ditinggalkan. Mulutku membisu. Sebisu arca di puncak stupa yang kehilangan lengan.

Mesti bagaimana supaya bisa angkat bicara? Apakah harus menjelma murai batu.  Berkicau tentang zaman yang semakin kacau.  Atau berpura-pura menjadi serigala.  Menggeram di keheningan agar cuaca tergerak untuk iba.

Kaku dan bisu. Dipahat di tubuh waktu. Mengikuti perjalanan angkanya satu demi satu.

Jakarta, 12 April 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun