Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Bagaimana Jika Puisimu Ternyata Sebilah Belati

3 April 2018   14:30 Diperbarui: 3 April 2018   14:42 5908
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa kalimat sederhana tiba-tiba mengangkasa di malam yang memutuskan untuk jumawa.  Dibawa hujan dalam bentuk kata-kata; aku tidak tahu ini tapi aku tahu itu, dan aku mendengar ini tapi aku tuli terhadap itu.

Sungguh.  Ini ibarat gagu yang dipamerkan pada lomba aneh berteriak sekencang-kencangnya.  Tentu saja tidak akan menjadi calon juara.

Hujannya terlambat sampai di bumi.  Tapi petirnya datang mendahului.  Mematahkan tajuk nira dan melubangi kepala-kepala yang berisi lava.

Panas lalu membanjir kemana-mana.  Meletupkan nyala api di hari yang setiap saat kehujanan.  Negeri ini diguncang gempa kecil akibat puisi yang ditulis dengan ketergesaan.

Untuk apa rupanya.  Memancing kegaduhan yang tak perlu demi sebuah orasi menjemukan.  Bangsa ini mudah tersulut.  Seharusnya jangan gampang bicara luput.  Itu sama saja dengan menawarkan kabut di tengah jalan gelap yang membuat sopirnya kalang kabut.

Bagaimana jika puisimu ternyata memang sengaja diasah.  Untuk menyembelih kebersamaan agar nampak semua perbedaan;  Mungkin kau tak tahu itu karena kau hanya tahu yang ini.  Kau hanya membaca yang itu tapi kau lupa bahwa yang mendengar adalah telinga yang ini.

Bagaimana jika ternyata puisimu memang sebilah belati.  Tajamnya ada di dua sisi.  Membelah sana menyayat sini.  Ujungnya ditusukkan ke jantung negeri yang sedang berusaha keras membangunkan mimpi.

Jakarta, 3 April 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun