Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gelombang itu Memaksanya Bunuh Diri

12 Maret 2018   16:18 Diperbarui: 12 Maret 2018   16:38 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: www.timeout.es

Sekeluarnya lelaki itu dari penjara, adiknya hendak menolongnya dengan menawarkan menjadi pedagang.  Lelaki itu menolak.  Itu pekerjaan yang dia tidak sanggup mengerjakannya.  Dia lebih memilih menjadi garong maya.  Merampok dengan cara mengelabuhi teknologi.  Bersama teman-temannya, lusinan bank digasaknya.  Dana ribuan nasabah mengalir masuk ke kantong mereka.  Polisi mencium kejahatannya dan lalu mencokoknya di sebuah nigh club yang menjadi langganannya.

Untuk kedua kalinya, lelaki itu berurusan dengan penjara.  Kali ini masa hukumannya lebih lama.  Begitu keluar dari penjara, lelaki itu sudah menua.  Tidak tahu lagi harus menuju kemana.  Dia sudah kehilangan hati.  Bahkan pengajian yang rajin diikutinya di dalam penjara semakin membuatnya putus asa.  Dia merasa Tuhan dengan sengaja telah meninggalkannya.

-----

Lelaki itu menghela nafas sekencang badai.  Dulu dia sering datang ke tempat ini untuk bersenang-senang.  Sewaktu dia masih menjadi orang yang berkuasa karena hartanya.  Ini memang tempat favorit bagi orang-orang kaya yang ingin membuang uangnya. 

Dulu gelombang lautan dianggapnya sambil lalu.  Dia malah sering menantangnya pada saat musim badai.  Persis sama seperti sekarang.  Bedanya dulu dia di atas yacht mewahnya sedangkan kini dia di atas tebing terbuka.

Lelaki itu membuang semua ingatan yang telah dibedahnya sedari tadi.  Serius memandangi gelombang yang makin besar menghampiri di bawah tebing tempat dia berdiri.  Lelaki itu membuka bajunya.  Inilah saatnya.  Gelombang itu serupa dengan ingatan.  Harus ditaklukkan atau lupakan. 

Tidak!  Dia sudah terlalu lelah.  Melupakan masa lalu yang menghancurkan bukan lagi pilihan.  Ini saatnya mengembalikan tantangan.  Dia masih orang yang sama. 

Lelaki itu mengayunkan tubuh ke bawah.  Di alam kematian dia akan mengadu kepada Tuhan.  Gelombang itu telah memaksanya bunuh diri.

-----

Jakarta, 12 Maret 2018 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun