Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bunga Mata Boneka

11 Maret 2018   20:34 Diperbarui: 11 Maret 2018   21:05 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Wanita yang terlihat kaya itu bersikukuh tak mau pergi.  Segala cara telah dilakukannya untuk meyakinkan si pemilik bunga.

"Tolonglah Bu! Suami saya tidak akan kunjung sembuh jika tidak segera mendapatkan Bunga Mata Boneka sebagai obatnya.  Saya sanggup membayar Ibu berapa saja untuk bunga itu.  Sekarang juga."

Si pemilik bunga termangu sejenak.  Jika menuruti kata hati, ingin rasanya dia memberikan saja bunga langka satu-satunya miliknya.  Apalagi itu untuk obat katanya.  Tapi ucapan wanita itu sedikit tidak masuk akal.

"Ini syarat yang harus kami penuhi agar tenung yang mengganggu suami saya cepat pergi."

Kalimat inilah yang membuat pemilik bunga membatalkan niatnya.

-----

Keesokan harinya.  Hampir di jam yang sama.  Wanita itu kembali datang ke rumah pemilik bunga. 

"Ibu boleh menukar bunga ibu dengan apa saja.  Saya bersedia.  Uang? Berapa saja.  Barang? Apa saja.  Bahkan dengan kematian pun saya rela."

Si pemilik bunga terbelalak.  Kelihatannya wanita ini benar-benar sangat membutuhkan Bunga Mata Boneka.  Sampai-sampai tawarannya semakin tidak masuk akal.

"Ibu coba cari di toko bunga.  Bunga Mata Boneka memang sangat langka di negeri ini.  Tapi saya yakin pasti ada satu dua di toko bunga besar," pemilik bunga menjelaskan setelah tidak tahu lagi harus menolak dengan cara bagaimana.

Wanita itu terlihat sangat sedih.  Bulir-bulir airmata mulai jatuh di pipinya yang halus oleh bedak mahal.  Tak perlu waktu lama akhirnya wanita itu terisak-isak.  Tanpa berkata apa-apa lagi membalikkan badan pergi.

"Tunggu!  Baiklah Bu, kalau memang Ibu sangat membutuhkannya, Ibu boleh bawa Bunga Mata Boneka saya.  Gratis.  Saya hanya ingin menolong.  Saya tidak ingin menjatuhi ibu dengan tangga."

Wanita itu memalingkan wajah.  Matanya berbinar terang.  Ada syukur yang dalam di sana.  Tanpa rikuh lagi dipeluknya erat pemilik bunga.

"Terimakasih...terimakasih."

------

Wanita itu menaiki mobil mewah yang menunggunya di pinggir jalan.  Dia gagal memaksa pemilik bunga agar menerima uangnya.  Biarlah.  Lain kali dia akan memberi imbalan berharga.  Jika dia masih diberi kesempatan untuk bertemu lagi dengannya.

Mobil mewah itu melaju tergesa-gesa.  Wanita itu memerintahkan sopirnya agar segera sampai di rumah.  Suaminya tentu akan sangat bergembira dia berhasil membawa Bunga Mata Boneka yang sangat diperlukannya.

Wanita itu berlari-lari memasuki rumah megah miliknya.  Menuju ke dapur dan dengan berhati-hati sekali memasukkan Bunga Mata Boneka ke dalam mesin kecil yang bisa mengekstraksi jenis herbal apa saja secara presisi.

Selesai!  Wanita itu tersenyum lega.  Mengambil ekstrak bunga langka itu dengan menggunakan pinset.  Dia tidak ingin sedikitpun terbuang percuma.  Suaminya sangat membutuhkannya.

-----

Suara pintu mobil membuka lalu menutup menyadarkan wanita itu.  Dia sempat tertidur sebentar di sofa.  Suaminya datang!  Sambil mempersiapkan senyuman yang sangat manis, wanita itu menyambut di pintu.  Suaminya seorang lelaki gagah yang dari penampilannya jelas terlihat sebagai seorang pejabat tinggi atau pengusaha besar.

"Capek Pa?  Sini Mama bukakan jasnya.  Mama sudah mempersiapkan minuman segar yang Papa butuhkan untuk menghilangkan ricuh dan kepenatan."

Lelaki gagah itu sedikit mengangkat alisnya.  Tumben istrinya melayani dengan begitu ramah.  Sudah beberapa bulan terakhir mereka sering bertengkar.  Bahkan sudah memutuskan untuk pisah ranjang karena penyakitnya yang tidak sembuh-sembuh.  Istrinya wanita yang tidak sabar.  Mestinya dia paham bahwa menyembuhkan penyakit ini butuh usaha yang keras.

Lelaki itu membiarkan saja ketika istrinya membuka jas dan dasinya.  Menghempaskan tubuh ke sofa super empuk dengan perasaan nyaman.  Mungkin istrinya sadar bahwa penyakitnya ini memang sulit untuk disembuhkan.  Lelaki itu tersenyum penuh kemenangan.

Wanita itu mengambilkan suaminya minuman segar yang telah dipersiapkan.  Suaminya sangat menyukai teh herbal.  Dia mencampurnya dengan semua ekstrak Bunga Mata Boneka.  Dia sangat yakin penyakit suaminya akan cepat tersembuhkan.  Begitu kata tokoh spiritual yang ditemuinya sebulan lalu.  Mata wanita itu berkilat penuh pengharapan.

-----

Sang suami meminum teh herbal itu dengan sekali tenggak.  Disisakannya sedikit lagi untuk tenggakan kedua nanti.  Istrinya tahu bahwa teh herbal hanya pas jika disajikan hangat dan diseduh menggunakan air suam-suam kuku saja.  Rasanya sedikit aneh.  Ada campuran wangi yang tidak seperti biasanya.  Ahh, tapi segar sekali! 

Lelaki itu merasakan hawa hangat memasuki mulut, memanas ketika mengaliri kerongkongan, lalu menyala-nyala begitu sampai di perutnya.  Lelaki itu terbelalak hebat.  Tubuhnya mengejang dahsyat.  Seluruh organ dalam tubuhnya serasa diaduk oleh api dan sengat. 

Tak membutuhkan waktu lama akhirnya lelaki itu terkapar dengan darah dan busa mengaliri bibir, hidung dan telinganya.

Wanita itu menyaksikan semua dengan senyum tipis penuh kelegaan dan rasa syukur.  Bunga Mata Boneka itu telah menyembuhkan penyakit suaminya dengan seketika.  Penyakit bermain-main dengan perempuan-perempuan yang menjadi sekretarisnya.   Bertahun-tahun lamanya.

Wanita itu meraih gelas suaminya di meja.  Meletakkan di bibirnya yang merah menyala.  Meminumnya sampai habis.  Matanya yang menyimpan kepedihan sekian lama, berpendar seperti kejora.  Wanita itu ingin merasakan seberapa cepat deritanya segera lenyap dari dunia.  Dia tahu bahwa racun dari Bunga Mata Boneka itu jauh lebih kuat dari Sianida.

------

Jakarta, 11 Maret 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun