Sudah beberapa hari mendung menggantung miring. Â Berat sebelah. Â Pak Sarjo berniat membetulkannya. Â Berulang-ulang dia mengatakan itu. Â Dia meyakinkan orang-orang kampung bahwa itu berbahaya. Â Bisa menyebar penyakit mematikan. Â Hujan yang diturunkan dari mendung seperti itu, adalah hujan yang tidak berupa air. Â Namun racun! Â Setara dengan bisa raja kobra. Â Bayangkan! Dengan jumlah ribuan liter!
Orang-orang kampung sangat percaya kepada Pak Sarjo. Â Lelaki tua itu dug deng. Â Orang sakti yang mengerti bagaimana mengobati orang sakit. Â Mengusir dedemit. Meramal masa depan. Â Bahkan bisa tahu pohon durian di pekarangan Mak Dinah akan berbuah berapa biji.
Pak Sarjo perlu bantuan untuk melaksanakan tugas membetulkan mendung hitam yang miring itu. Â Ini tugas maha berat. Â Dia tidak bisa sendirian. Â Selain itu juga ada persyaratan lain yang harus dipenuhi. Â Oleh karena itu Sarjo mengatakan kepada Pak Lurah untuk menyiapkan uba rampe yang rumit. Â Sepasang ayam jantan-betina berwarna hitam cemani. Â Bambu kuning lima bilah. Â Kemenyan 5 kilo. Payung hitam 5 buah. Â Syarat yang terakhir membuat Pak Lurah geleng-geleng kepala. Â Seorang perawan dewasa yang tidak pernah disentuh laki-laki sekalipun itu ujung rambutnya. Â Ini adalah syarat orang yang bisa membantunya.
Seisi desa yang membantu Pak Lurah menyiapkan ini itu kelimpungan. Â Syarat yang terakhir menimbulkan kegaduhan. Â Desa ini tidak terlalu jauh dari kota. Â Sehingga peradaban sudah jelas terkontaminasi berat adab-adab modern yang kebablasan. Â Mana ada gadis di desa itu yang masih perawan. Â Apalagi sama sekali belum bersentuhan dengan laki-laki.
Saat pertunjukan bioskop misbar saja. Â Penontonnya adalah pasangan-pasangan lelaki dan perempuan. Â Berpegangan tangan. Â Berpelukan. Â Berciuman. Â Saling meraba. Dan bla bla bla.
------
Tapi tunggu dulu! Â Bayuni, Cucu mbah Surat yang tinggal di ujung kampung bukannya pilihan yang tepat? Â Begitu kata seseorang mengusulkan kepada Pak Lurah. Â Gadis itu nyaris tidak pernah keluar rumah. Â Keluar sebentar saja ke warung untuk membeli beras, ikan atau bumbu dapur. Â Usianya barangkali sudah 20 tahun sekarang.Â
Dipastikan tidak seorang lelakipun telah menyentuhnya. Â Pasti. Â Tidak akan ada lelaki yang mau. Â Tentu saja. Â Bayuni gadis penyakitan. Â Kurus kecil dengan tubuh dipenuhi koreng dan kudis. Â Satu lagi, Bayuni tidak bisa bicara. Â Bayuni gagu tuli. Â Meski begitu, Bayuni juga terkenal sebagai gadis yang taat beribadah. Â Tidak ada sepotong haripun yang tidak dipergunakannya untuk sholat wajib dan sunat serta membaca Al-qur'an dalam hati. Â Gadis ini juga rajin berpuasa senin-kamis. Â Dan itu dilakukannya semenjak kecil. Â Semenjak ayah ibunya meninggal di perantauan karena kapal yang ditumpanginya terbalik.
Semua sepakat. Â Toh persyaratannya adalah perawan. Â Bukan perawan yang cantik. Â Atau perawan berkulit mulus. Â Pak Sarjo tidak keberatan. Â Dalam primbon tuanya memang tidak disebutkan demikian.
------
Tibalah hari yang menentukan. Â Mendung itu semakin miring. Â Herannya sudah sehitam itu warnanya tapi tidak ada tanda-tanda akan turun hujan. Â Orang-orang semakin percaya bahwa itu bukan mendung biasa. Â Apalagi tidak ada satupun yang berharap hujan datang. Â Itu sama saja menyiramkan bergalon-galon racun dari angkasa.