Ketukan nada di panggung terdengar begitu mengancam. Â Fragmen mempersembahkan seorang perempuan tua bermata kelam bernama Calon Arang memegangi pisau belati. Â Tatapannya mengarah pada seseorang di tengah panggung yang sedang mencibir dengan bibirnya yang njedir. Â Seorang lelaki bernama Mpu Bahula yang menyebut lakonnya di panggung sebagai pengelana.
Kau adalah lelaki haram jadah! Pengelana jahanam yang hidupnya seperti kumbang jalang!
Setelah teriakan perempuan itu, musik berhenti. Â Memperlihatkan betapa lelaki itu memalingkan mukanya yang seolah tak berdosa kepada penonton. Â Menjeritkan pembelaan;
Aku tidak jalang! Â Aku hanyalah pengendara takdir. Â Kaulah yang terlalu nyinyir!
Musik berbunyi pelan mengikuti lampu yang berputar-putar menggambar kilas balik seorang gadis muda yang menggendong seorang bayi mungil. Â Terseok-seok di pinggir jalan setapak yang ramai oleh derap kuda dan kereta. Â Kilatan lampu memperlihatkan sebuah angka di layar. Â Abad ke-12.
Tiba-tiba musik kembali menggelepar-gelepar. Â Kilas balik itu menunjukkan si lelaki bersanding dengan gadis muda itu. Â Membimbing tangannya mengajak berlari. Â Sementara tangan satunya memegang kitab tebal yang lusuh. Â Musik dan lampu sama-sama menderu.Â
Kilas balik dihentikan dengan kembali kepada perempuan tua yang sekarang matanya memerah saga. Â Lelaki di seberangnya nampak mengerut seperti jeruk tua.
Aku akan mengulitimu wahai pengkhianat mantu! Â Lihat bagaimana belati ini akan bersarang di jantungmu!
Musik mengeras dan berbisa. Â Asap tipis ditiupkan ke panggung. Â Perempuan tua itu melemparkan belati di tangannya. Â Mengarah persis ke dada lelaki pengelana. Â Sebelum merobek jantung lelaki itu, belati disambar oleh seorang lelaki tua yang berkata bijaksana;
Ini bukan saatnya lagi untuk jumawa wahai penguasa tenung. Â Kembalilah ke dunia gelapmu di bawah sana.
Lelaki tua itu meremas belati itu hingga hancur. Â Melemparkan serpihannya kepada perempuan tua yang melotot sengit seperti patung Durga. Â Mengenai mukanya. Â Jeritan perempuan tua bermata saga itu melengking tinggi. Â Dibarengi suara musik yang bernada mengantarkan arwah baru. Â Cahaya lampu terus melemah. Â Seiring dengan lenyapnya tubuh perempuan tua itu dibalik asap yang terus menebal.
Layar panggung menutup. Â Cahaya terang berpendaran. Â Para penonton bertepuk tangan. Â Sekali lagi kebaikan mengalahkan kebatilan.
Jakarta, 9 Maret 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H