Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Percakapan di Langit Menjelang Padam

9 Maret 2018   20:14 Diperbarui: 10 Maret 2018   00:25 575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: rscolglazier.com

Garis langit terputus.  Petang datang membawa gelap dengan noktah hitam berhamburan.  Namun keindahannya sama sekali tidak runtuh.  Justru memperlihatkan silhuet meja perjamuan ketika zaman masih berperadaban.

Petang itu tidak jalang sayang, ujar seekor kunang-kunang kepada pasangannya.  Dia memberitahu dunia bahwa kita membawa sedikit terang.  Memberi jalan bagi orang-orang yang ketakutan terhadap kelam.

Percakapan itu terhenti.  Langit sepenuhnya tertutupi.  Tak terlihat apa-apa.  Keindahannya sekarang adalah keindahan jelaga.  Buta namun memberikan penjelasan. Cahaya disebut cahaya karena menumpangi kegelapan.  Persis seperti yang disebut pasangan kunang-kunang.

Jelaga itu tidak nyalang sayang, kata seekor laron kepada lampu taman.  Kau kucari karena dia.  Tidak mungkin aku harus menunggu purnama.  Sayapku hanyalah rajutan benang biasa.  Terlalu jauh bagiku menerbangi angkasa.

Garis langit padam.  Percakapan yang ada adalah diam.  Para penghuninya sibuk berdandan, melata atau terbang.  Mengikuti jejak waktu menuju pulang.

Jakarta, 9 Maret 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun