Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perjalanan Lahir Batin Prolet, Ada Cinta di Jeruk Medan

9 Maret 2018   18:37 Diperbarui: 9 Maret 2018   19:01 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
littleladydarkness.com

Setelah ramai-ramai makan.  Buah-buahan mendapatkan giliran.  Sebagian memilih buah yang dibeli Tuan Puteri.  Sebagian lagi tertarik mencicipi buah yang dibawa Bos Kecil.  Tuan Puteri tersenyum geli melihat kegaduhan yang ada.  Prolet sendiri mengambil sebuah jeruk medan.  Mengamati sebentar sambil berpikir dalam hati sebelum mengupasnya.  Prolet tidak sadar Tuan Puteri mengerling tipis ke arahnya.

------

Esok paginya.  Prolet terengah-engah memasuki kantornya.  Motor setengah tuanya ngadat tadi.  Terpaksa dia mendorong sampai ketemu bengkel pinggir jalan.  Businya harus diganti.

Prolet mendorong pintu masuk kantor perlahan.  Silvy, resepsionis baru menatap ke arahnya dengan dahi mengrenyit.  Mungkin terheran melihat Prolet basah kuyup keringatan.  Pagi ini cuaca sama sekali belum panas.  Apa Prolet datang ke kantor sambil berlari?

Prolet mengangguk kecil menyapa.  Meletakkan jarinya ke mesin pencatat waktu.  Masuk ke dalam.  Melihat betapa heningnya isi ruangan.  Hanya satu dua orang saja yang ada.  Padahal biasanya jam begini semua sudah masuk kerja.

Prolet meneruskan langkah menuju ruangan admin.  Berpapasan dengan kasir Vera. 

"Pada kemana semua orang Ver?  Apa jangan-jangan hari ini libur?" Prolet bertanya penasaran.

Vera menjawab datar.  Seperti sedang ditagih membayar.

"Hari ini banyak yang ijin tidak masuk Prolet.  Sakit.  Rata-rata sakit perut katanya.  Tadi Bos Kecil telepon agar aku bayar ini itu.  Beliau tidak masuk juga karena keracunan buah kata dokter."

Prolet menganggukkan kepala berterimakasih.  Bertanya lagi siapa saja yang sakit.  Dijawab dengan datar oleh Vera dengan menyebutkan satu persatu nama seperti guru mengabsen murid-muridnya.  Sekali lagi Prolet berterimakasih sambil menghitung dan mengingat-ingat dalam hati.

Sambil masih terus menghitung, Prolet melanjutkan langkah.  Kali ini berpapasan dengan Tuan Puteri.  Kontan Prolet menunduk.  Tidak kuat kalau harus beradu mata.  Dia takut semakin jatuh cinta.  Tapi Tuan Puteri kelihatannya sengaja menghadang langkah Prolet.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun