Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Episode Puisi dari Pojokan Jakarta (9)

6 Maret 2018   19:54 Diperbarui: 6 Maret 2018   20:01 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pojokan Jakarta kali ini menguapkan kelelahan yang bertumpahan di trotoar.  Bersicepat dengan bus kota yang terhuyung-huyung hampir roboh keberatan muatan.  Para pengembara impian yang menanam batang-batang harapan.  Dari segala penjuru tempat asal mereka mengebumikan ari-ari.

Tarian-tarian baru diciptakan.  Selendangnya terdiri dari warna warni hati.  Gerakannya sesuai dengan kemana arah angin meniupkan janji.  Menjadi pemimpi baik hati.  Atau penyumpah serapah tak hendak berhenti.

Tikungan kota Jakarta seolah tak ada.  Tubuh jalanan selurus pinggang menara.  Tikus-tikus Jakarta pun sebesar bola.  Termasuk para panglima dan rajanya yang duduk dengan nyaman di kursi anyaman busa.

Seandainya pojokan Jakarta bisa dilipat.  Isi kota hanya terisi dua.  Orang kaya dan ucapan bela sungkawanya.  Sementara orang-orang pinggiran tersengal-sengal dalam lipatan.  Tersembunyi tak kelihatan. 

Jakarta, 6 Maret 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun