Pojokan Jakarta kali ini menguapkan kelelahan yang bertumpahan di trotoar. Â Bersicepat dengan bus kota yang terhuyung-huyung hampir roboh keberatan muatan. Â Para pengembara impian yang menanam batang-batang harapan. Â Dari segala penjuru tempat asal mereka mengebumikan ari-ari.
Tarian-tarian baru diciptakan. Â Selendangnya terdiri dari warna warni hati. Â Gerakannya sesuai dengan kemana arah angin meniupkan janji. Â Menjadi pemimpi baik hati. Â Atau penyumpah serapah tak hendak berhenti.
Tikungan kota Jakarta seolah tak ada. Â Tubuh jalanan selurus pinggang menara. Â Tikus-tikus Jakarta pun sebesar bola. Â Termasuk para panglima dan rajanya yang duduk dengan nyaman di kursi anyaman busa.
Seandainya pojokan Jakarta bisa dilipat. Â Isi kota hanya terisi dua. Â Orang kaya dan ucapan bela sungkawanya. Â Sementara orang-orang pinggiran tersengal-sengal dalam lipatan. Â Tersembunyi tak kelihatan.Â
Jakarta, 6 Maret 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H