Makanan yang dibawa sebagai bekal sangat berlimpah. Â Tidak ada orang miskin. Semua kaya raya tidak kekurangan uang. Hanya saja uang itu sama sekali tidak ada gunanya karena tidak ada air pemutus dahaga yang bisa dibeli.
------
Hawa kematian terus mengikuti perjalanan orang-orang yang sedang berusaha mempertahankan hidup itu. Â Titik yang hendak dituju masih begitu jauh. Â Tak ayal lagi, rombongan besar itu berkurang terus tiap harinya. Â Tidak ada upacara pemakaman. Â Orang-orang mati tidak sempat lagi dikubur. Â Bergeletakan memenuhi pinggiran jalan.
Bau busuk seharusnya mengundang burung-burung nazar datang. Â Namun burung-burung pemakan bangkai itu hanya termangu tak bergerak. Tenaga mereka juga habis karena kehausan. Makanan berlimpah namun air tidak ada. Tenggorokan hampir terbakar. Tak lama lagi burung-burung itu pun akan bergelimpangan. Mati kekeringan.
Belum juga setengah perjalanan, lebih dari separuh para penyintas sudah berguguran. Mereka minum air seadanya. Dari pipa-pipa bekas saluran air yang berkarat. Masih ada sedikit tetes-tetes air yang berbau besi. Itupun berebutan. Tak sedikit jatuh korban dalam proses perebutan air ini.
Benak orang-orang mulai kembali ke masa saat air masih berlimpah ruah. Â Masa dimana minum bisa sebanyak-banyaknya tanpa takut kehabisan air. Mandi sepuas-puasnya. Membuang sampah di sungai seenaknya. Mengotori danau dan kali dengan deterjen dan limbah pabrik semaunya. Â Tanpa kendali. Tanpa henti.
Bersemburatlah kemudian kesadaran betapa hutan-hutan yang dihabiskan untuk peternakan, industri dan perumahan ternyata ikut menjadikan persediaan air menjadi akut. Â Lahirlah pengertian ternyata percuma punya kekayaan tapi untuk mendapatkan air minum saja begitu susah. Â Semua menjadi sia-sia.
------
Menjelang fajar. Akhirnya rombongan yang bisa bertahan sampai juga di tujuan. Dengan sisa-sisa tenaga yang terakhir mereka merangkak dan merayap. Ada sebuah danau besar yang terlihat bersih dan jernih di sana.Â
Semua bersorak dengan suara parau. Beramai-ramai minum dan menceburkan diri ke danau bersih yang tersisa. Â Mungkin karena di ujung timur ini tidak banyak penduduk. Jadi danau tidak tercemari sama sekali. Semua orang bergembira. Berbahagia. Perjuangan yang sangat berat dengan pengorbanan luar biasa.
Setelah puas melepas penat dan dahaga, semua orang serentak berpaling ke arah barat. Â Langit tidak ada lagi di sana. Â Hanya ruang kosong dan hampa. Langit runtuh tak bersisa. Semuanya bersujud penuh rasa syukur. Â Masih diselamatkan dari petaka dahsyat tak terkira.Â