Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Wangi Pagi dari Kemangi

20 Januari 2018   07:53 Diperbarui: 20 Januari 2018   08:07 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi seolah menggelinding pergi.  Mendung menggantung rendah tubuhnya di para-para langit.  Nyaris terjatuh.  Keberatan oleh air yang berkelindan peluh.

Pukul tujuh.  Tapi rasanya hampir petang.  Angin bertiup ragu-ragu.  Menunggu cahaya menuntunnya pada terang.

Aku termangu.  Menghitung jejak-jejak embun yang mengerumuni daun kemangi.  Menguarkan wangi kemana-mana.  Kepada orang-orang yang terbangun kesiangan.  Agar segera terjaga untuk menyadari pagi itu sangat berarti.

Terdengar lirih suara gerimis tiba dengan merintih.  Memukul pelan pelataran hingga tanah menjadi remah-remah.  Jika ada yang memahami dengan benar.  Itu sebenarnya nada-nada lagu tentang cinta yang berdenyar.

Aku terpana.  Seringkali ini terlewat oleh mata.  Membuta karena mengejar dunia.  Menuli karena melupakan peduli.

Betapa pagi selalu menyediakan saat-saat yang istimewa di hati.

Jakarta, 20 Januari 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun