Ada suara-suara menggema di antara derum mesin dan asap knalpot mobil dan bus kota. Suara yang sanggup membersihkan udara dari kekotoran dan jelaga. Â Suara sejernih air pegunungan. Menyebut nama Tuhan berulang-ulang.Â
Tadi mataku disapa oleh empat musim. Kini telingaku diperdengarkan lantunan mengaji para penuntun musim. Betapa cerah pagi yang menghampiri. Rasanya keruh sudah memutuskan untuk harakiri.
Aku menuliskan pesan bersama puisi ini. Kepadamu yang sedang menelisik cinta di hati. Seekor harimau tak pernah lari ketika didatangi sekawanan hyena. Karena dia tahu harus mempertahankan apa. Â Karena dia tahu berjuang itu tak kenal kata membalik mata.
Jakarta, 2 Januari 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H