Terpojok sendirian. Â Menerangi taman yang indahnya menyaingi surga. Â Berbagai jenis bunga berkerumun di sana. Â Daun daun cantik pembelalak mata hadir di setiap sudutnya. Â Kupu kupu bersayap manis kemalaman di dahan kemuning dan kamboja.
Tapi hidupnya terasa kesepian. Â Sinarnya memang menyala terang. Â Hatinya tergolek dalam temaram. Â Ingin seperti lampu jalanan. Â Riuh gaduh menyaksikan bermacam kehidupan lewat di hadapan. Â Para lelaki pejuang mendorong gerobak dagangan. Â Para perempuan penjaja gincu lalu lalang dengan kerut ditahan. Â Anak anak pulang mengaji bermain lempar sandal dengan kawan. Â Kendaraan penghasil racun karbondioksida memekatkan debu serupa jelaga. Â Dan semua yang tak akan bisa dilihat dari taman seindah surga.
Lampu di sudut taman semakin termangu. Â Indah ternyata tidak berarti jika tidak sampai di hati. Â Cantik ternyata tidak berkenan jika bukan tempatnya menyandarkan angan. Â Manis ternyata bukan lagi gula jika pahit lebih bisa membuka mata. Â Lebih baik hidup di pinggiran surga namun masih bisa berbagi dengan sesama.
Jakarta, 26 Agustus 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H