Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Tujuh Bintang

24 Agustus 2017   23:52 Diperbarui: 25 Agustus 2017   00:50 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Hanya ada tujuh bintang

Itupun berpencaran

Menyudut masing masing

Mengambil tempat sesuai garis

Bintang pertama meneteskan airmata; kesepian

Terlalu lama aku mencintai malam.  Ijinkan aku bercanda dengan siang.

Bintang kedua menyahut tanpa sedikitpun belas kasihan; nadanya kejam

Kau peratap yang merasa malang!  Buat apa airmata untuk hal yang sia sia?

Bintang ketiga menutupi muka tak sanggup melihat pertengkaran; julukannya adalah sang pengiba

Berhentilah.  Bukankah lebih baik jika kita menikmati apapun yang disajikan bumi?

Bintang keempat menatap tanpa mengerjap lalu diam namun sempat menggumam; lirih dan mencekam

Jika saja ada awan paling hitam.  Aku akan datang mengundangnya agar menutupi keluhan kalian.

Bintang kelima menyalakan tubuhnya berniat memancarkan cahaya sebagai pemenang; nama depannya adalah ambisi

Pandanglah aku, betapa cahayaku adalah pesaing pagi.  aku akan menaklukkan matahari.  Tak lama lagi.

Bintang keenam menundukkan muka memperhatikan ada manusia berlarian menghindari duka; berniat menghibur

Simpan dukamu di rumpun bambu.  Biarkan angin menepikannya dari sayatan sembilu.

Bintang ketujuh meraih langit di sekitarnya kemudian melukis butir butir kapas; penuh syukur

Mencintai malam bukanlah meratap namun tetap sebagai penikmat hitam.  Membiarkannya menyalakan rasa kasih yang kini banyak terlunta lunta. Dengan cara menggunakan cahaya. Menerangi mata air yang tergelincir.  Mengikuti kemana arah matahari pergi.


Tujuh bintang

Tak lagi berpencaran

Bersepakat satu kalimat tujuan

Rumah mereka adalah malam

Jakarta, 24 Agustus 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun