Suatu pagi
Di suatu tempat
Bersama sesuatu yang disebut kenangan....
Aku meniup ujung selendangmu yang setipis kulit ari. Â Sekuat tenaga. Â Sebab angin juga melakukan hal yang sama. Â Dari arah yang berbeda. Â Aku harus bertahan. Â Kalau tidak, aku sadar angin akan mengambilmu dari aku.
Kau tersenyum
Semanis tebu
Tapi salah tingkah....
Kau memegang ujung telingaku yang memerah terbakar senja. Â Merasakan debar jantung ternyata sampai di sana. Â Kau menudingkan telunjukmu ke arah pantai yang landai. Â Katamu, dengarkan pasir sedang berbisik. Â Ramai. Â Mereka sedang mengumpulkan ombak. Â Ada pengumuman tentang gelombang. Â Datang, menakutkan dan garang.
Aku mengikat hati agar tak terjatuh
Ah, kau membuatku takut
Takut kau akan menerima bujukan pasir untuk ikut bersama gelombang
Aku dan kau lalu memilin tali yang terbuat dari air liur laba laba. Â Kita ikatkan di masing masing rongga dada. Â Aku berkata, tali ini lebih kuat dari baja. Â Kau berkata, ini adalah cinta.
Jakarta, 21 Agustus 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H