Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sempurna

22 Juni 2017   00:16 Diperbarui: 22 Juni 2017   00:22 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah yang diharapkan seseorang untuk menjadi sempurna.  Secara fisik berhidung mancung, bertubuh atletis, atau berlenggok lenggok laksana gitar bagi wanita?  Shandy mulai mencoret coret sketsa tubuh.

Apakah harus dilengkapi dengan otak brilian, senang bergaul, populer, juara tari atau olahraga? Shandy mengerutkan kening sejenak sebelum mulai menambah aksesoris pada sketsa tubuh itu.

Apakah harus baik hati, suka menolong, rajin beribadah, pendengar yang baik?  Shandy merambah kuas cat masuk ke dalam warna warna pada sketsanya.

Apalagi yang kurang ya? Oh ya, penyayang binatang, sangat peduli lingkungan, gemar naik gunung.  Kembali Shandy tekun menambah dan mengurangi sketsanya yang makin lengkap.

Tapi belum sempurna.  Shandy menghentikan semua kegiatan melukisnya.  Ada sesuatu lagi yang tidak terpikirkan sekarang untuk membuat sketsanya menjadi sempurna.  Buntu.  Dia ingin lukisannya benar benar sempurna.

Dia akan memamerkan semua hasil lukisannya di acara "Galeri Seniman Muda" minggu depan.  Bersama puluhan pelukis muda lain.  Belasan lukisan pilihan telah dipersiapkan.  Tapi Shandy belum puas.  Dia harus punya satu masterpiece.  Harus istimewa tanpa cela.  Lukisan yang sempurna.  Mata mata penonton tidak boleh berkedip menikmati semua kesempurnaannya.  Shandy sangat bertekad.  Dia tidak boleh kalah sama yang lain.  Dia harus nomor satu.  Teristimewa.

--------

Sampai saat besok lukisan harus dipajang.  Shandy masih berjibaku dengan lukisan masterpiecenya.  Hatinya masih belum benar benar terima. Meski 10 dari 10 kurator kenalannya mengatakan bahwa lukisannya sangat sempurna.  Sesosok tubuh atletis, molek, cantik luar biasa.  Tatapan matanya teduh menggambarkan keimanan.  Senyumnya lebih dalam dibanding Monalisa sekalipun.  Berdiri di pinggang gunung yang hijau menawan.  Dikelilingi oleh berbagai macam binatang yang memujanya.  Shandy tetap menggeleng gelengkan kepalanya.

Shandy lalu teringat pesan kakeknya yang pelukis terkenal di negeri ini.  Tersenyum sejenak dengan mata meredup, membangun kekuatan hati dan jiwanya.  Inilah satu satunya cara membuat lukisan ini sempurna.

--------

Pameran lukisan dibuka.  Shandy sama sekali tidak terlihat.  Galeri megah itu dipenuhi pengunjung.  Semua lukisan yang dipamerkan adalah hasil karya para pelukis muda berbakat.  Semuanya karya karya hebat. 

Semakin siang dan sore pengunjung semakin berjubel.  Ada satu lukisan yang menjadi pusat perhatian.  sampai sampai orang orang harus antri untuk melihatnya.  Lukisan Shandy dengan judul Sempurna.

Selama pameran berlangsung, lukisan Sempurna menyita semua perhatian.  Lukisan itu benar benar nampak hidup.  Para kurator berpengalaman yang menilai memberikan label 10 pada penilaiannya.  Harga lukisan itu melonjak tajam dalam lelang.  Termahal dalam sejarah pameran galeri mewah tersebut.  Seorang konglomerat penggila lukisan tidak segan segan merogoh kantongnya dalam dalam agar bisa memiliki lukisan tersebut.  Dan dia berhasil memilikinya.  Besok saat pameran usai, dia berhak memboyong lukisan itu ke rumahnya.

Shandy bahkan belum memunculkan diri selama pameran yang menggegap gempitakan namanya itu.

--------

Seorang lelaki tua memasuki ruang pamer galeri pada sore terakhir pameran.  Dia langsung menuju lukisan cucunya yang menghebohkan dunia lukisan beberapa hari terakhir di senatero negeri.  Ditemani oleh direktur galeri yang adalah teman akrabnya.

Lelaki itu menatap lukisan itu dalam dalam.  Menelitinya dengan seksama.  Adakah kekurangan yang bisa disampaikan kepada cucunya.  Sama sekali tidak ada!  Lukisan itu benar benar sempurna!

Lelaki itu menatap lekat lekat pada mata sosok dalam lukisan.  Mata yang sangat hidup.  Senyum yang juga sangat hidup.  Sosok dalam lukisan ini seperti bernyawa.    

Wajah lelaki itu memucat!  Dia meraih telepon genggamnya.  Mengharap ada yang menerima panggilan teleponnya.  Wajahnya semakin pias. Meletakkan kembali telepon dalam sakunya.  Tepat ketika seorang polisi berlari lari hampir menabraknya. 

Polisi itu berbicara cukup lantang namun gemetar kepada direktur galeri yang sedari tadi menemani.

"Shandy ditemukan telah beberapa hari meninggal dunia di kamar kosnya.  Bunuh diri dengan mengiris pergelangan tangannya.  Yang aneh, dia seperti sengaja meneteskan darahnya pada lukisan yang sama persis dengan yang dipamerkan di sini.  Lukisan berjudul Sempurna......"

Lelaki tua kakek Shandy menundukkan kepalanya dengan sedih.  Cucunya mengikuti nasihatnya dulu.  Shandy benar benar menyerahkan hidupnya agar lukisannya bernyawa.  Nyawa itulah yang membuat lukisannya sempurna.

Jakarta, 21 Juni 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun