Aku sedang memindai langit sore. Sambil menunggu senja itu meluruhkan diri. Dan petang mengirimkan suara adzan magrib. Sehingga aku bisa meminum air. Sebagiannya aku semburkan untuk membentuk pelangi. Mengiringi lahirmu yang berulangkali. Di negeri ini.
Lima deret filosofi bergaung berulang ulang. Seperti tabuh bedug mengetuk pintu pintu pertiwi. Membangunkan yang terlelap. Menuntun yang menggelap. Ada harga yang dipertaruhkan. Jika pertengkaran terus saja dilanjutkan.
Pancasila bukan pancasona. Mati lalu hidup kembali begitu menyentuh tanah. Pancasila tidak perlu mati. Karena jasadnya bisa menghancurkan tanah ini. Menjadi serpih serpih malapetaka. Bangsa tak lagi berjiwa.
Pancasila bukanlah penghambaan pada kata. Bukan juga pemberhalaan simbol atau lambang belaka. Bukan juga menyekutukan Tuhan. Karena Syahadat, Sholat, Puasa, Zakat dan Berhaji tidaklah tergantikan.
Bogor, 1 Juni 2017