Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Misteri Uang Gobang

24 Mei 2017   15:16 Diperbarui: 24 Mei 2017   15:17 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mbah Jupri mendelikkan matanya.  Pemuda di depannya ini benar benar tidak sopan.  Bagaimana tidak?  Dari tadi pemuda ini terus saja ngeyel bahwa dia tidak mengambil uang gobang si mbah di tatakan gelas di atas lemari ruang tamu.  Siapa lagi yang mengambil uang gobang itu kalau bukan dia? Di rumah ini si mbah hanya hidup berdua dengan cucunya Wanti.  Tidak mungkin Wanti yang mengambil.  Untuk apa? Pastilah pemuda tengil itu. 

Pemuda yang bernama Panto ini adalah pacar dari Wanti.  Pemuda pengangguran anak mantri klinik yang cukup terpandang di desa ini.  Lumayan begajulan dan mata keranjang. Entah apa yang membuat Wanti mau menjadi kekasih pemuda ini.  Si mbah tidak habis pikir.

Setelah Panto ngacir pergi.  Si mbah kembali menelisik perabotan rumah satu persatu.  Uang gobang itu harus ketemu.  Bisa gawat jika tidak!  Itu uang gobang terkutuk!

Pikiran si mbah melayang layang ke beberapa belas tahun silam.  Saat Wanti masih bayi mungil.  Ayah Wanti meninggal secara tragis.  Terjatuh ketika sedang memanjat pohon kelapa di kebun belakang.  Ibu Wanti, anaknya, meninggal mendadak karena sakit yang tidak diketahui saat Wanti baru mau masuk SD.  Sosro, anaknya yang lain, yaitu adik dari Ibu Wanti, juga meninggal tak lama kemudian menyusul kakaknya saat mobilnya terbalik dan tenggelam di telaga pinggiran desa.

Semua meninggal dengan cara yang berbeda namun ada kemiripan dalam proses sebelum kematiannya.  Semua meninggal tidak lama setelah dikerok menggunakan uang gobang yang sekarang dicarinya!

----

Panto menaiki motornya dengan santai.  Wanti gonceng di belakang dengan mesra.  Hari ini mereka berencana piknik di telaga kecil pinggiran desa.  Si mbah tadi sebetulnya sudah melarang Wanti pergi.  Tapi Wanti tidak mau mendengarkan.  Dia takut Panto marah dan meninggalkannya.  Panto adalah idola gadis gadis desa.  Mereka saling berebut untuk mendapatkan perhatiannya.

Sepasang muda mudi ini menggelar tikar di bawah sebuah pohon Asam yang rindang di pinggir telaga.  Wanti mengeluarkan bekal yang dibawa dari rumah.  Sementara Wanto sembari bersiul siul, berjalan mondar mandir sambil memutar mutar uang gobang di genggaman tangannya. 

Dalam benak Panto, berkeliaran rasa liar yang sangat menakutkan bagi Wanti jika gadis itu mengetahuinya.  Panto tahu Wanti memang sepertinya penurut. Tergila gila padanya.  Tapi dia juga tahu bahwa Wanti sangat mempertahankan kehormatannya dengan kuat.  Dia sudah mencoba merayu Wanti beberapa kali sebelum ini.  Teguh kukuh. Tidak bisa. 

Dia harus bisa mendapatkannya hari ini.  Ini bukan hari libur.  Tidak banyak orang yang akan berlibur di telaga ini.  Kesempatan.  Tapi bagaimana cara menaklukkan gadis manis ini? Hmmm.

----

Panto mempunyai banyak cara untuk bisa mendapatkan keinginannya.  Terutama keinginan mendapatkan gadis gadis yang disukainya agar bisa jatuh dalam pelukannya.  Selama ini belum ada yang lolos dari sergapan mulut buayanya.  Wanti sedikit berbeda.  Dia butuh perjuangan ekstra agar bisa menikmati tubuhnya.  Inilah saatnya.

Panto melaksanakan siasatnya. 

Mendadak tubuhnya terhuyung huyung hampir jatuh.  Wanti buru buru berdiri menahan tubuh pemuda itu agar tak terjatuh.  Dibaringkannya pelan pelan tubuh Panto di atas tikar. Gadis ini cemas melihat wajah Panto begitu pucat seperti kehilangan darah.  Badannya lemas.  Sedikit menggigil.

“Mas, kenapa mas...?” bisik Wanti lirih.  Diambilnya minyak gosok dan dibubuhinya ke leher Panto. 

Sambil membuka mata sedikit untuk mengintip situasi sekitar.  Panto mengeluh memelas,

“Badanku sakit semua Wanti.  Tulang tulang serasa nyilu.  Kepalaku pusing.  Perutku juga kembung...”

“Wah itu masuk angin berat mas.  Kita pulang aja ya?”  Wanti menukas cepat dengan lugu.  Panto pura pura kesakitan teramat sangat.

“Aku tidak kuat pulang sekarang Wanti.  Bisakah kamu kerok aja.  Aku biasanya dikerok sama emak kalau lagi begini.” bujuk Panto halus sambil mengulurkan tangan memberikan uang gobang.  “Pakai ini...”

Wanti bingung.  Kerok berarti buka baju.  Iihh, dia kan risih.  Lagian belum sekalipun dia mengerok orang.  Wanti menengok ke arah Panto. Dia harus menyampaikan keberatannya. Lebih baik mereka pulang saja.  Tapi Wanto malah merintih-rintih.  Tubuhnya ditekuk menandakan sakit yang amat sangat.

----

Wanti tidak tega.  Dihampirinya Panto sambil mengambil uang gobang yang diletakkan di tikar.  Wanti minta Panto membuka baju atasnya.  Panto menurut.  Membuka baju atasnya dengan membelakangi Wanti, bibirnya nyengir nakal.  Ah akhirnya dapat juga nih.

Wanti mengerok Panto dengan hati hati.  Menggerakkan uang gobang ke kanan kiri kulit punggung Panto.  Panto menggelinjang geli.  Dia belum pernah dikerok sebelumnya.  Lagipula ini semua adalah sandiwaranya.  Dia sengaja meminta dikerok agar Wanti menyentuh tubuhnya.  Dia akan menyergap gadis itu saat lengah.  Dia akan merayunya terlebih dahulu, jika gadis ini tidak mau, dia akan memaksanya.   Sementara ini dia akan menikmati sentuhan tangan dan jari gadis manis itu di punggungnya.

Tangan itu begitu hangat terasa di punggungnya.  Sentuhan sentuhan kecil jari Wanti membuat Panto semakin “kepanasan”.  Gadis ini tidak pandai mengerok sepertinya.  Lama kelamaan kerokannya makin sakit.  Kulit punggungnya terasa perih.  Malah Panto merasa ada cairan hangat mengalir di punggungnya. 

Panto berteriak meminta Wanti berhenti mengerok.  Punggungnya sakit sekali.  Perih, pedih dan rasanya terkelupas hebat.  Wanti seperti tidak mendengarnya.  Gadis itu terus saja mengerok punggung Panto.  Panto sekarang menjerit jerit kesakitan.  Sakitnya sangat luar biasa!  Kulit punggungnya seperti dikuliti pelan pelan.

Panto memaksakan tubuhnya yang menggigil menahan sakit membalik.  Mata pemuda begajulan itu hampir keluar dari rongganya.  Yang mengeroknya ini sepertinya bukan Wanti! Wanti sendiri dilihatnya meringkuk ketakutan di bawah pohon sambil gemetaran.

Panto tidak bisa menyaksikan wajah orang ini.  Atau wanita ini. Wajahnya tertutupi oleh rambut panjang terurai.  Mirip rambut Wanti.  Wangi.  Namun wanginya sangat aneh.  Panto tidak lagi mau berpikir panjang.  Wajah itu pasti wajah kuntilanak.  Pasti mengerikan! Hiiiii....

Panto bergidik ketakutan.  Dilihatnya Wanti sudah berdiri dari bawah pohon dan berlari mendatanginya lalu menarik tangannya dan cepat cepat meninggalkan tempat itu.  Panto tentu saja tidak keberatan sama sekali.  Keduanya berlari tersaruk saruk meninggalkan tempat yang mengerikan itu.    

Panto tidak sadar sama sekali Wanti menggandeng tangannya memasuki telaga. Terus menggandengnya hingga akhirnya mereka berdua tenggelam ke dasar telaga yang dalam.

Dari jauh, di atas tikar, Wanti melihat semua ini dengan terbengong bengong.  Uang gobang bekas mengerok masih di tangannya...

Medan, 24 Mei 2017

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun