Panto mempunyai banyak cara untuk bisa mendapatkan keinginannya. Terutama keinginan mendapatkan gadis gadis yang disukainya agar bisa jatuh dalam pelukannya. Selama ini belum ada yang lolos dari sergapan mulut buayanya. Wanti sedikit berbeda. Dia butuh perjuangan ekstra agar bisa menikmati tubuhnya. Inilah saatnya.
Panto melaksanakan siasatnya.
Mendadak tubuhnya terhuyung huyung hampir jatuh. Wanti buru buru berdiri menahan tubuh pemuda itu agar tak terjatuh. Dibaringkannya pelan pelan tubuh Panto di atas tikar. Gadis ini cemas melihat wajah Panto begitu pucat seperti kehilangan darah. Badannya lemas. Sedikit menggigil.
“Mas, kenapa mas...?” bisik Wanti lirih. Diambilnya minyak gosok dan dibubuhinya ke leher Panto.
Sambil membuka mata sedikit untuk mengintip situasi sekitar. Panto mengeluh memelas,
“Badanku sakit semua Wanti. Tulang tulang serasa nyilu. Kepalaku pusing. Perutku juga kembung...”
“Wah itu masuk angin berat mas. Kita pulang aja ya?” Wanti menukas cepat dengan lugu. Panto pura pura kesakitan teramat sangat.
“Aku tidak kuat pulang sekarang Wanti. Bisakah kamu kerok aja. Aku biasanya dikerok sama emak kalau lagi begini.” bujuk Panto halus sambil mengulurkan tangan memberikan uang gobang. “Pakai ini...”
Wanti bingung. Kerok berarti buka baju. Iihh, dia kan risih. Lagian belum sekalipun dia mengerok orang. Wanti menengok ke arah Panto. Dia harus menyampaikan keberatannya. Lebih baik mereka pulang saja. Tapi Wanto malah merintih-rintih. Tubuhnya ditekuk menandakan sakit yang amat sangat.
----
Wanti tidak tega. Dihampirinya Panto sambil mengambil uang gobang yang diletakkan di tikar. Wanti minta Panto membuka baju atasnya. Panto menurut. Membuka baju atasnya dengan membelakangi Wanti, bibirnya nyengir nakal. Ah akhirnya dapat juga nih.