Aku menulis ini dengan terburu buru. Â Otakku sedang sedikit beku. Â Aku pikir lebih baik jika aku pergi saja berburu. Â Atau memaku sesuatu. Â Di dinding atau pagar tempat orang tersayat sembilu. Â Atau barangkali berjalan menuju gang buntu. Â Lalu mematung saja di situ. Â Sampai ada yang menyiramkan seember air ke mukaku.
Aku tersadar tiba tiba. Â Guyuran air itu menikam begitu dalam di dada. Â Tak boleh ada sedikitpun jeda dalam memperhatikan dunia. Â Setiap detik itu sangat berharga.Â
Bisa saja kau melihat seorang nenek kesulitan menyeberangi jalanan. Â Lalu kau ulurkan tangan.
Bisa saja kau tersadar ada yang sedang kelaparan. Â Lalu kau bagi dua apa yang ada dalam bungkusan.
Bisa saja kau menjadi saksi sebuah kedzoliman. Â Lalu kau beranjak dan bersuara lantang di pengadilan.
Bisa saja kau menyaksikan seorang anak tersesat. Â Lalu kau menuliskan sebuah alamat.
Bisa saja kau sendiri yang tersesat. Â Lalu kau mencari mesjid terdekat.
Jakarta, 12 April 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H