Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

[Puisi] Tersesat

12 April 2017   13:57 Diperbarui: 13 April 2017   02:30 686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku menulis ini dengan terburu buru.  Otakku sedang sedikit beku.  Aku pikir lebih baik jika aku pergi saja berburu.  Atau memaku sesuatu.  Di dinding atau pagar tempat orang tersayat sembilu.  Atau barangkali berjalan menuju gang buntu.  Lalu mematung saja di situ.  Sampai ada yang menyiramkan seember air ke mukaku.

Aku tersadar tiba tiba.  Guyuran air itu menikam begitu dalam di dada.  Tak boleh ada sedikitpun jeda dalam memperhatikan dunia.  Setiap detik itu sangat berharga. 

Bisa saja kau melihat seorang nenek kesulitan menyeberangi jalanan.  Lalu kau ulurkan tangan.

Bisa saja kau tersadar ada yang sedang kelaparan.  Lalu kau bagi dua apa yang ada dalam bungkusan.

Bisa saja kau menjadi saksi sebuah kedzoliman.  Lalu kau beranjak dan bersuara lantang di pengadilan.

Bisa saja kau menyaksikan seorang anak tersesat.  Lalu kau menuliskan sebuah alamat.

Bisa saja kau sendiri yang tersesat.  Lalu kau mencari mesjid terdekat.

Jakarta, 12 April 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun