Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Menangguk Cahaya Bulan

3 April 2017   23:21 Diperbarui: 4 April 2017   15:35 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedang tidak purnama. Langit sungguh sepi dari cahaya. Pekat seperti tangan tangan iblis. Mencari mangsa orang orang yang melarikan sepi. Berjiwa kosong serupa sumur tak berair. Berhati dengki ibarat gelombang pasang di telaga yang tenang.

Dalam hening yang merebahkan keberanian. Inginku menangguk cahaya bulan. Meminjamnya selarik untuk menerangi pandangan. Cahaya itu adalah tangan tangan malaikat. Sanggup menuntun setiap huruf yang aku eja. Bisa menata kata yang aku jeda. Mampu membariskan kalimat yang aku susun sedemikian rupa.

Tapi dimana aku bisa menangguk cahaya bulan? Sedangkan dia sedang bersembunyi di bumi bagian utara. Ataukah aku harus menjajarkan para bintang? Sedangkan malam ini langit lupa membawanya serta.

Barangkali aku putar saja hitungan tanggal. Dan bumi berputar terbalik balik. Tapi aku takut bulan malah tidak mau lagi pulang. Lalu kemana lagi aku harus meredakan terik?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun