Mohon tunggu...
BAPAS AMBON
BAPAS AMBON Mohon Tunggu... Jurnalis - Unit Pelaksana Teknis Kementerian Hukum dan HAM Maluku

Melaksanakan Tugas dan Fungsi Penelitian Kemasyarakatan, Pendampingan, Pembimbingan dan Pengawasan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pemasyarakatan dalam Mewujudkan Hukum Pidana Modern

17 Mei 2023   07:59 Diperbarui: 17 Mei 2023   08:02 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Substansi pemidanaan di dalam KUHP lama lebih berorientasi pada keadilan retributif/pembalasan. Hal demikian membuat pola pikir kita digoda dengan bagaimana membuat pelaku tindak pidana merasakan akibat yang sama dengan apa yang dirasakan oleh korban dan bahkan jika dimungkinkan lebih dramatis dari apa yang dirasakan oleh korban. KUHP lama yang tidak mengakomodir bentuk alternatif pemidanaan membuat pidana penjara mendominasi dalam pemberian hukuman terhadap pelaku tindak pidana tanpa melihat penyebab tindak pidana dilakukan. Tidak adanya Standard of Sentencing (standar pemidanaan) juga memunculkan disparitas yang tidak tertanggung jawab dalam pemberian hukuman terhadap pelaku tindak pidana. Ketika KUHP yang baru disahkan, muncul secercah harapan bagi pemasyarakatan dikarenakan muatan substansinya antara lain adalah adanya nilai restoratif justice dalam tujuan pemidanaan, adanya pidana alternatif (pengawasan dan kerja sosial) serta dicantumkannya Standard of Sentencing menurut penulis dapat mengatasi permasalahan over kapasitas yang dialami oleh pemasyarakatan. Dengan nilai restoratif justice dan pidana alternatif tentunya dapat meminimalisir pelaku tindak pidana di kirim ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sedangkan adanya standar pemidanaan membuat pelaku tindak pidana tidak mendapatkan hukuman yang lebih berat dari akibat perbuatan yang dilakukan yang tentunya membuat narapidana tidak harus terlalu lama menjalani pidana di dalam Lapas.
 
Berbicara tentang substansi pemidanaan dalam KUHP tentunya tidak dapat dipisahkan dari pemasyarakatan yang merupakan bagian dari sistem peradilan pidana. Konsep pemasyarakatan juga tercantum sebagai tujuan pemidanaan di dalam KUHP dimana disebutkan dalam pasal 51 KUHP tujuan pemidanaan salah satunya adalah memasyarakatan terpidana dengan mengadakan pembinaan dan pembimbingan agar menjadi orang yang baik dan berguna.

Pemasyarakatan dengan program pembinaan di Lapas (pembinaan intramural) dan pembimbingan di Bapas (pembinaan ekstramural) bertujuan untuk memperbaiki perbuatan tindak pidana (tindakan korektif) sekaligus merehabilitasi pelaku tindak pidana agar tidak kembali melakukan tindak pidana ketika nantinya kembali menjalani kehidupan di masyarakat. Program pembinaan dan pembimbingan diberikan berdasarkan hasil penelitian kemasyarakatan yang dibuat oleh Pembimbing Kemasyarakatan yang di dalamnya memuat asesmen petugas asesor pemasyarakatan.
 
Sebagai bagian dari sub sistem peradilan pidana, pemasyarakatan dimudahkan dalam menerapkan KUHP dikarenakan sistem pemasyarakatan menekankan pada perbaikan perbuatan pelaku yang orientasinya mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana. Selain itu Pembimbing Kemasyarakatan yang merupakan salah satu petugas pemasyarakatan juga berpengalaman dalam penanganan Anak Berkonflik dengan Hukum berdasarkan Undang -- Undang Sistem Peradilan Pidana Anak yang kental dengan pendekatan restoratif justice. Tantangannya tentu sulit dikarenakan penanganan anak berbeda dengan orang dewasa, namun pengalaman ini tetap berharga dikarenakan pemahaman akan nilai restoratif justice telah melekat dalam diri pembimbing kemasyarakatan.  
 
KUHP yang baru masih membutuhkan  waktu 3 tahun untuk diberlakukan sejak disahkan, sehingga banyak waktu yang tersedia untuk melakukan persiapan agar nantinya penerapan KUHP menjadi maksimal. Peraturan pendukung akan segera disiapkan termasuk aturan formil pemidanaan (KUHAP) mungkin sudah harus dipikirkan untuk dilakukan pembaharuan.
 
Dalam menerapkan sebuah kebijakan dalam bentuk aturan setidaknya pandangan friedman dapat dijadikan dasar agar peraturan itu menjadi efektif untuk diterapkan. Substansi hukum, struktur hukum dan kultur hukum harus seimbang dengan porsinya masing -- masing. Substansi hukum berkaitan dengan aturan pendukung yang nantinya memastikan pelaksanaan KUHP dapat diterapkan dengan maksimal seperti yang sudah penulis sampaikan di atas. Penulis mengharapkan agar aturan-aturan pendukung ini nantinya dapat mengatur secara terperinci tugas dan kewenangan dari Aparat Penegak Hukum (APH) guna menghindari dikeluarkannya produk hukum oleh masing -- masing instansi penegak hukum yang mengakibatkan ketimpangan dalam penerapan KUHP.  Struktur hukum tentunya berkaitan dengan kualitas Aparat APH terutama memahami nilai dan semangat yang diperjuangkan oleh KUHP. Persepsi dan semangat yang sama antara APH menjadi penting agar tidak adanya kepentingan lain selain memastikan tujuan dari pemidanaan tercapai. Serta bagaimana menyampaikan secara intens KUHP ini kepada masyarakat dalam bentuk sosialisasi dengan memanfaatkan semua media yang tersedia guna membentuk kultur hukum yang baik di masyarakat. Semua ini perlu dilakukan dengan tujuan KUHP yang baru dapat memberikan jaminan rasa aman dan damai kepada masyarakat sebagaimana tujuan dari pemidanaan.

(La Ode Rinaldi Muchlis, SH.,MH)
Pembimbing Kemasyarakatan Muda Bapas Ambon

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun