Mohon tunggu...
Milly Van Erich Saly
Milly Van Erich Saly Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Pemula

Belajar tidak mengenal usia

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Stigma Buruk terhadap Penderita hingga Jenazah Korban Covid-19

7 April 2020   11:29 Diperbarui: 15 April 2020   19:44 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Covid-19 harus ditangani tapi jangan stigma buruk kepada mereka yang terkena. Laporan peristiwa-peristiwa stigmatisasi antar warga yang terjadi belakangan terhadap pasien Covid-19, misalnya di Medan, ada sekelompok warga menolak proses pemakaman jenazah seorang korban Covid-19, padahal keluarganya sudah mengikuti protokol keamanan pemakaman sesuai SOP yang ditetapkan pihak medis.

Kemudian ada lagi 4 perawat Rumah Sakit Persahabatan Jakarta Timur yang diusir dari kosnya karena dianggap membawa virus, para perawat ini sempat terpaksa harus menginap di rumah sakit.

Ada lagi jenazah sempat ditolak dikebumikan, kemudian dikebumikan di wilayah lain, tapi saat warga di sana tahu bahwa jenazah adalah korban Covid-19, warga Geger minta dibongkar kuburannya.

Selanjutnya ada pasien datang ke rumah sakit tempatnya dirawat dengan menangis dan memohon untuk dibuatkan surat keterangan bahwa dia tidak terkena Covid-19, ternyata dia diusir dari kontrakannya, kata yang punya kontrakan dia meresahkan masyarakat lain karena dapat menyebarkan penyakit, bahkan yang punya kontrakan sampai bilang "kalau tidak mau keluar dari kontrakan, silakan tunggu warga datang untuk menggerebek rumah dan mengusir",  suaminya pun diancam untuk dipecat dari pekerjaannya.

Miris sekali, di satu sisi kasus-kasus ini menunjukkan kesadaran dan kewaspadaan pada virus Covid-19 mulai terbentuk, dalam upaya menjaga jarak ini, jangan kebablasan, menjaga jarak bukan berarti kita bebas mengusir orang atau menolak jenazah dikebumikan.

Para perawat adalah pahlawan kita, mereka mempertaruhkan nyawa, tulus merawat pasien-pasien dengan peralatan seadanya, kalau kita sakit atau kerabat kita sakit, mereka yang akan merawat.

Kita menjaga jarak dengan perawat itu wajar, seperti itu juga kita memang harus jaga jarak dengan siapa saja, tapi kalau sampai mengusir mereka itu sudah keterlaluan.

ODP adalah korban, bantu mereka mengisolasi diri di rumahnya masing-masing, bahkan kita perlu memenuhi kebutuhan mereka, supaya apa? supaya mereka tidak terpaksa keluar rumah, kalau mereka keluar rumah, yang ada malah bahaya bagi yang lain.

Sama halnya seperti jenazah yang terkait Covid-19, biasanya pihak rumah sakit sudah punya protokol dan SOP tentang standar penanganan jenazah korban Covid-19, selain dikafani sesuai ajaran agama masing-masing, mereka juga dibungkus secara khusus, sama sekali tidak masalah dikuburkan di manapun, karena ketika sudah dikubur mereka tidak dapat menyebarkan virus.

Seperti dikutip dari keterangan kepala Departemen kedokteran forensik dan medikolegal Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya, dokter Edy Suyanto, secara ilmiah dan Ilmu kedokteran, kemungkinan jenazah menularkan virus sudah tidak ada, apalagi virus Covid-19 yang harus hidup pada inangnya, inangnya sudah mati, virusnya juga ikut mati, sama dengan HIV.

Pasien Covid-19 yang akhirnya meninggal, saat mereka sakit tidak boleh dijenguk keluarganya, proses pemakaman dilakukan dengan cara tertentu dan yang bisa menghadirinya pun terbatas.

Kalau kita mengucilkan, kalau kita menghakimi dan menstigmatisasi korban Covid-19 itu jelas berbahaya, cara seperti ini membuat siapapun yang merasakan gejalanya jadi enggan melapor dan memeriksa, jika mereka enggan melapor karena takut diusir dicemooh dan dihakimi, yang rugi kita semua, virus jadi sulit terdeteksi sehingga menyulitkan memutus rantai penyebarannya.

Ingat! Jauhi penyakitnya bukan orangnya, seharusnya jadi pegangan kita cukup dengan jaga jarak, jangan diusir atau dikucilkan. Virus ini diprediksi masih akan berlangsung panjang, goncangan-goncangan sosial pun juga masih akan terjadi.

Inilah saatnya memperkuat solidaritas, jarak fisik memang harus direnggangkan tapi ikatan sosial harus dirapatkan, kita tidak bisa sendirian mengatasi wabah ini. "Jagalah jarak dengan penyakit bukan dengan kemanusiaan."

Salam!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun