Mohon tunggu...
Millian Ikhsan
Millian Ikhsan Mohon Tunggu... Konsultan - Advisor

Belajar menulis. Menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apakah Menulis Sama Dengan Naik Sepeda ?

17 Januari 2025   19:35 Diperbarui: 17 Januari 2025   19:35 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Picture from Pixeltote.com 

Apa maksud dari pertanyaan ini? Untuk lebih jelasnya, pertanyaannya mungkin lebih enak seperti ini. Apakah kemampuan menulis atau skill menulis sama dengan skill naik sepeda ?

Seperti yang sering kita dengar, dan sering dijadikan referensi dalam obrolan bahwa, sekali kita bisa naik sepeda, maka seumur hidup kita akan bisa, tidak akan lupa caranya naik sepeda. Skill atau keterampilan kita mengendarai sepeda ini tidak akan hilang, walaupun tidak dilakukan secara teratur. Bahkan ketika bertahun tahun tidak pernah lagi naik sepeda. Namun, begitu mencoba lagi, maka semua akan berjalan lancar-lancar saja, tanpa masalah.

Apakah menulis juga seperti itu?

Saya sudah tidak menulis lebih dari satu bulan. Dalam satu bulan terakhir, perhatian dan waktu saya benar-benar tersita untuk satu urusan penting yang membuat saya melupakan kegatan menulis setiap malam, yang telah menjadi rutinitas selama 7 bulan terakhir.

Begitu saya kembali memiliki waktu luang dan sedikit kelegaan dimalam hari, saya terpikir untuk mulai menulis lagi. Saya sempat membuat aturan sendiri, yaitu, usahakan tetap menulis setiap malam, dalam kondisi apapun, walaupun cuma dua kalimat. Rasanya sok hebat banget ya.

Prinsip yang saya buat sendiri ini, ternyata tidak mudah untuk menjalaninya. Ketika waktu sudah ada, untuk kembali menulis, bahkan situasi ini pun tidak seketika membuat saya kembali ke rutinitas menulis. Tunda tunda melulu, besok aja lah, atau terpikir malam ini kayaknya pingin santai santai aja, dan lain sebagainya. Tanpa terasa satu minggu berlalu.

Yang saya takutkan adalah hal seperti yang seperti awal tulisan ini? Jangan-jangan latihan yang telah dilakukan dengan penuh semangat tujuh bulan terkahir, tak ada lagi bekasnya. Start from square one, lagi. Kalau begini ceritanya, agak berat juga ya.

Akhirnya malam ini saya menulis lagi. Kembali muncul semangat, "mulai saja dulu". Tidak usah mikirin judul atau konsep atau apalah.

Setelah saya coba membuat analisa sederhana, sembari menulis tulisan pertama ini, setelah absen sebulan. Maka saya mendapat sebuah hipotesa awal. Begini, menulis memang sebuah skill yang sedikit lebih kompleks dari naik sepeda.

Apa yang membuat menulis terlihat lebih kompleks ?

Mungkin ini jawabannya, Sepertinya keterampilan menulis tidak bisa dikelompokkan sebagai sebuah konsep atau tahapan yang dianggap sudah bisa, dan belum bisa. Tidak ada aturan baku yang menyatakan kriteria, yang dianggap sudah bisa menulis. Semua orang bisa menulis, yang penting kemauan untuk memulainya. Tidak ada batasannya.

Selain itu, ketika kita ingin mengembangkan kemampuan dalam menulis, harus punya strategi. Setiap orang mungkin punya strategi berbeda ketika ingin mengembangkan kemampuan menulisnya. Walaupun bukanlah strategi yang kompleks, bisa sangat sederhana, dan terkadang tidak dilakukan dengan terlalu konsisten.

Sebagai tambahan lagi, ketika kita menulis, kita akan menghasilkan sebuah output atau hasil karya, yang bisa dilihat dan dan memungkinkan kita menilai dan menimbang-nimbang hasil karya kita ini. Mungkin hal-hal inilah yang membuat menulis terasa lebih kompleks.

Nah, dilain pihak, naik sepeda, memiliki tahapan dan kriteria yang jelas dalam peningkatan skillnya. Tahap paling dasar adalah ketika kita lolos tahap satu, dimana kita mampu mengendarai sepeda roda dua. Mampu mengatur keseimbangan, mengatur kecepatan, dan memiliki feeling agar bisa tetap melaju tanpa kehilangan keseimbangan. Pada tahap inilah kita terlihat sebagai orang yang telah bisa naik sepeda. Rupanya skill tahap satu inilah yang sering disebut-sebut sebagai sesuatu hal yang tidak pernah bisa hilang.

Walaupun begitu, sebenarnya perjalanan pengembangan skill bersepeda, masih sangat panjang. Sampai ke tingkatan sangat sulit dan membutuhkan kemahiran tinggi. Seperti misalnya downhill mountain biking, balap sepeda atau BMX freestyle. Mungkin panjangnya area capaian untuk skill development (skill acquisition time) lebih panjang dari menulis.

Dengan karakter berbeda ini, kita jadi punya sudut pandang yang berbeda pula ketika membandingkan kedua skill atau keterampilan ini.

Namun begitu, yang membuat saya cukup senang malam ini, adalah ketika saya merasa, bahwa ternyata menulis bisa dibilang mirip-mirip dengan naik sepeda. Walaupun telah rehat sejenak ternyata belum lupa caranya. Saya senang bisa menulis lagi, walaupun perjalanan rasanya masih panjang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun