Mohon tunggu...
Millian Ikhsan
Millian Ikhsan Mohon Tunggu... Konsultan - Advisor

Belajar menulis. Menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Hidup dengan Kucing

26 Oktober 2024   11:46 Diperbarui: 27 Oktober 2024   21:02 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Aqqib Maula on Unsplash

Walaupun sudah hampir empat tahun memelihara kucing di rumah, yang tetap jadi misteri buat saya, adalah, apa sebenarnya yang ada dalam pikiran kucing-kucing ini. 

Karena setiap hari bertemu dan melihat kucing kucing ini beraktivitas di sekitar rumah, dan cukup tingginya interaksi dengan mereka, saya sudah mulai memahami pola dan kebiasaan mereka. Namun, tetap tidak paham sepenuhnya.

Berbeda dengan anjing, kalau dengan kucing saya merasa tidak pernah benar-benar connect. Tetap ada ketidaknyambungan. Hehehe, jangan serius serius amat bacanya..

Sering tidak tertebak apa maunya dan sering ada kejutan. Biasanya tidur di sofa, pada jam segini, eh sekarang malah loncat ke atas lemari. Atau tiba-tiba nggak nongol-nongol sampai jam 12 malam. Tidak ada pola.

Kalau sering dibilang kemampuan intelegensi seekor kucing sama dengan anak umur dua tahun, ada benarnya, tapi tidak sepenuhnya. Jurusannya agak berbeda, agak laen kalau yang ini.

Yang lumayan sering saya lakukan dan sedikit saya yakini adalah melakukan komunikasi dengan kucing dengan saling menatap, beberapa saat, dan kemudian mengedipkan mata dengan pelan. 

Blinking slowly. Maka si kucing pun akan membalas dengan mengedip perlahan. Katanya ini adalah tanda cinta. Bisa jadi benar. Tapi bisa juga, mengedip karena sudah mulai bosan, pandang-pandangan.

Benar kata teman saya, pandemi Covid 19 dan masa karantinanya membuat perubahan drastis dalam pola kerja selama periode 2020-2022, membuat kita berlama-lama di rumah, tidak pernah keluar dan memulai hobi baru, pelihara kucing.

Photo by Aqqib Maula on Unsplash
Photo by Aqqib Maula on Unsplash

Memulai hobi ini nggak susah-susah amat. Tidak memerlukan usaha keras untuk mendapatkan kucing. Kucing ada di mana-mana, kucing kompleks. 

Cukup menyiapkan makanan kucing murahan, atau malah sisa makanan yang ada di rumah pun, sudah cukup. Dan memberi secara teratur, tidak butuh waktu lama kita sudah bisa mengklaim bahwa sudah memelihara kucing. Bahasa sosial medianya adalah mengadopsi kucing. Si anabul. Memang ini masih merupakan fase awal.

Ketika keeratan dan keterlibatan dengan kucing mulai meningkat, maka mulai muncul sederetan aktivitas baru menyangkut kucing. 

Mempelajari aneka pilihan makanan kucing, seperti apa kandungan nutrisinya dan manfaatnya. Mana brand brand yang lebih murah, apakah lebih murah beli di toko atau beli online?

Bagaimana cara memandikan kucing dengan benar dan efektif, juga mulai dipelajari. Apakah yang harus dilakukan ketika ada kutu dan scabies. 

Scabies adalah salah satu penyakit seperti kotoran pada kulit kucing. Apa vitaminnya, sisir untuk bulu kucing, shampo kucing, mulai banyak pengeluaran tetap untuk anabul. Kita mulai memasuk fase lanjutan.

Selanjutnya si kucing mulai terserang berbagai macam penyakit. Berbagai kesibukan untuk penyembuhan mulai dipelajari, dilakukan dan kesibukan mulai menjadi sangat tinggi. 

Mulai berurusan dengan dokter hewan, beli obat, dan yang seru adalah proses memberi obat buat kucing. Lumayan merepotkan dan sering muncul kehebohan.

Ketika penyakit telah berlalu dan kucing sehat kembali, mulai ada tuntutan baru lagi. Kucing-kucing ini harus divaksin, seperti kita tentunya. 

Agar daya tahan meningkat, ada kekebalan dan tentunya lebih sehat. Dan jangan lupa selanjutnya adalah, sterilisasi bagi kucing. Sampai di sini, hobi memelihara kucing sudah tidak main-main lagi. Untuk urusan steril ini pun ada banyak teori dan argumentasi dibaliknya.

Referensi mengenai kucing juga muncul terus-terusan di timeline. Materi yang mirip-mirip, bahkan benar-benar sama muncul bergantian oleh bermacam penulis. Post ini tetap dibaca berulang kali. Karena sayang kucing tentunya.

Mulai dari sifat kucing berdasarkan warna bulu, bentuk telapak kaki, apa tandanya kucing anda mencintai anda, dan sebagainya.

Kalau dipikir-pikir, sulit juga membayangkan studi tentang kucing ini: di mana belajarnya? Belajar sama siapa? Sering juga ketemu para ahli kucing, ini rada konyol juga sebetulnya. Ada juga yang malah bisa mengerti bahasa kucing dan dapat berkomunikasi.

Selain itu, ada berbagai artikel mengenai kucing yang dilalap hampir setiap hari, seperti berbagai manfaat psikologis ketika memelihara kucing. Kadang serius bacanya, kadang nggak percaya.

Tapi memang pada akhirnya setelah sekian lama diluar dari pagi sampai malam, memang jadi kangen juga dengan kucing-kucing ini. Bukan kucing lain, tapi anabul di rumah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun