Mohon tunggu...
Millian Ikhsan
Millian Ikhsan Mohon Tunggu... Konsultan - Advisor

Belajar menulis. Menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Terburu Nafsu Kalau Menulis

2 Oktober 2024   13:15 Diperbarui: 2 Oktober 2024   13:19 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam proses belajar menulis yang sedang saya lakoni saat ini, saya mencoba berbagai metode belajar. Mungkin terlalu hebat juga kalau disebut sebagai metode, lebih tepatnya mencoba berbagai cara secara acak. Berbagai percobaan ini kemudian saya jadikan pelajaran dan panduan belajar. Lebih kurang begitulah. Yang penting terus menulis.

Saya mencoba mengamati segala sesuatu yang saya temui dalam perjalanan ini, untuk kemudian diolah dan dideskripsikan, dijabarkan dan dibuat kesimpulan sebagai pengalaman yang akan menjadi pelajaran buat saya. Pelajaran menulis.

Bisa jadi ini merupakan kesimpulan final, akan tetapi, bukan tak mungkin kedepannya kesimpulan ini berubah lagi. Tulisan ini bercerita tentang beberapa pelajaran yang saya dapatkan dari berbagai percobaan acak yang saya lakukan.

Biasanya, ketika muncul ide untuk menulis, saya akan menuliskan ide tersebut menjadi satu atau dua paragraf pendek. Disitu termuat rangkaian ide yang terlintas, yang saya rencanakan akan menjadi sebuah tulisan. Biasanya tulisan yang saya buat, pendek saja. Menuliskan ide tulisan menjadi paragraf, tujuannya untuk menyimpan ide, agar tidak hilang. Kadang saya juga menambah dengan beberapa penggal kalimat atau susunan kata yang saya anggap cocok ditampilkan dalam tulisan ini.

Setelah itu, saya mulai menulis. Berdasarkan paragraf pendek ini saya mulai mengembangkan alur cerita. Awalnya, cara ini sangat membantu dan saya merasa cocok dengan cara ini. Saya dapat terus mengembangkan tulisan dengan sesekali melihat kembali pada paragraf pendek tadi sebagai rujukan. Ini membantu saya dalam mengingat ingat rencana dan kemana arah penulisan ini.

Namun lama kelamanan saya mulai merasa tidak cocok dengan cara ini. Lama kelamaan saya merasa cara ini mulai mengikat saya, dalam mengembanagkan tulisan. Saya begitu terpaku kepada poin poin yang sudah saya tetapkan sedari awal.

Metoda yang tadinya banyak membantu saya dalam mengarahkan tulisan agar tidak melenceng kemana-mana, akhir-akhir ini malah terasa membebani. Saya malah jadi sibuk mengingat-ingat apa saja yang harus disampaikan. Ini menjadi semacam kewajiban bagi saya, karena sudah mempersiapkan, dan membuat outline lumayan detail. Outline ini memuat beberapa ide, bagian, obrolan, kalimat atau kata khusu yang sepertinya cocok untuk ditempatkan dalam situasi ini-itu dalm tulisan.

Saya merasa bahwa dengan mengumpulkan ide dan menuliskan sebagai awal proses, malah akhirnya membuat saya tidak kreatif. Ketika saya begitu fokus pada penggalan kalimat yang sudah dicatat sebelumnya, malahan saya tidak bisa memikirkan hal lain. Saya terkurung oleh batasan batasan ide ini.

Satu lagi hal yang sangat menggangu dan membunuh kreativitas, adalah, ketika sedang menulis suatu bagian, pikiran saya sudah melayang mengingat-ingat apa yang harus ditulis sesudahnya.

Menurut saya hal ini malah menjerat dan membungkam kreativitas. Ada dorongan untuk buru-buru untuk menuliskan semua rencana yang sudah disiapkan. Ketika sedang menulis satu penggal cerita, saya tidak sempat lagi memaknai kata demi kata yang sedang saya ketik, malahan sibuk berpikir nanti terusannya harus menulis apa lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun