Mohon tunggu...
Millian Ikhsan
Millian Ikhsan Mohon Tunggu... Konsultan - Advisor

Belajar menulis. Menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Common Sense Punya Siapa?

28 Agustus 2024   21:12 Diperbarui: 29 Agustus 2024   10:36 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source Ekaterina Z on Unsplash 

Seringkali ketika mengamati tindakan atau keputusan yang diambil oleh orang lain, kita merasa, kok orang ini aneh ya. Kok kayak nggak ngerti. Kenapa tindakan orang ini seperti diluar nalar? Kenapa jalan itu yang dia ambil?

Ada berbagai macam situasi yang kita nilai tidak cocok dengan pertimbangan nalar kita. Sesuatu yang disebut diluar nalar mungkin bisa disebut juga sebagai tindakan yang menurut dilakukan tanpa menggunakan akal sehat. Akal sehat adalah common sense.

Tanpa disadari, sebagian dari kita memang terbiasa untuk memberikan penilaian atas berbagai hal yang kita temui. Termasuk menilai tindak tanduk orang lain, dan kadang tanpa sadar mulai mencampuri lebih jauh dengan memberikan penilaian terhadap orang tersebut.

Kok bisa seenaknya menilai orang lain?

Memangnya apa acuan kita untuk menilai seseorang? Apa ukuran yang digunakan sampai berani menilai seseorang itu tindakannya diluar nalar dan tidak memiliki common sense?

Sebenarnya common sense ini apa sih?

Siapa yang berhak mengklaim bahwa yang disebut common sense itu adalah cara berpikir milik dia, bukan yang dimiliki orang lain. Apakah ketika ada cara yang berbeda dari yang mungkin dia lakukan, lantas bisa menyebut tindakan orang itu tidak mengunakan common sense? Seolah-olah ada kebanggaan bahwa dialah yang memiliki cara nalar yang benar. Apakah ini bisa disebut sewenang-wenang ?

Bagaimana sebenarnya keberadaan common sense ini. Apa sih cikal bakalnya ?

Sedikit melenceng dari masalah akal sehat ini, saya pernah rasanya membaca sebuah tulisan yang berbicara tentang tatanan nilai (value) yang berhubungan dengan kebenaran dan sesuatu yang salah.

Untuk melakukan penilaian benar salah selalu akan ada dasar yang digunakan sebagai acuan. Misalnya ketika kita bebicara mengenai integritas? Apa dasar nya suatu tindakan dianggap memiliki nilai integritas yang tinggi, dan tindakan mana yang dianggap tidak berintegritas. Apa dasar yang digunakan untuk menarik kesimpulan ini.

Menurut teori, sumbernya adalah etika yang menjadi konsensus bersama. Konsensus ini berasal dari banyak dasar pemikiran, kepercayaan, kebiasaan dan banyak faktor lain. Bisa jadi penjelasan saya ini terlalu umum dan ada ada kemungkinan secara ilmiah tidak terlalu tepat pengungkapannya.

Nah, sekali mari kita kembali bicara tentang common sense. Apa sumbernya? Apakah sumbernya logika? Logika siapa?

Common sense diyakini adalah sebuah bentuk penilaian yang dianggap paling mirip dengan norma yang terdapat dalam masyarakat. Selanjutnya common sense juga terbentuk dari pengalaman pribadi seseorang, mungkin terpengaruh dari pendidikan, keluarga dan nilai moral yang melekat degan seseorang. Dan jangan lupa, etika dan logika juga berkontribusi dalam membanangun sebuah common sense dalam masyarakat. Walaupun tetap harus mampu menerima kenyataan bahwa etika dan logika setiap orang pun mungkin akan bervariasi pula.

Dengan memahami bagaiaman terbangunnya sebuah common sense dalam masyarakat, maka sebaiknya kebiasaan untuk menuding dan berkesimpulan dengan gegabah tampaknya harus dihindari. Karena penilaian dengan cara ini, bisa salah. Kemudian, jangan pula judgemental dan merasa paling benar. Menyikapi dengan cara ini mestinya harus dicoba.

Dengan adanya pemahaman bagaimana common sense itu terbentuk. Dan melihat begitu banyaknya situasi yang berkontribusi, maka penting untuk menjadi lebih bijaksana dalam mencoba memahami situasi.

Lantas apa pentingnya menelaah dan mengeksplor hal ini? Berpikir dan menggali lebih dalam sebuah fenomena kadang menyenangkan, namun terkadang tidak berguna. Lalu apakah pencarian kali ini bermanfaat ?

Terkadang kita hanya fokus kepada apa hasil dari pencarian ini. Bagaimana kesimpulannya? Apakah bisa bermanfaat?

Kita sering lupa bahwa manfaat yang kita bisa peroleh adalah dalam proses pencarian itu sendiri. Proses inilah yang memberikan manfaat besar, bagi kemampuan berpikir, kreativitas, imajinasi, daya inovasi, dan daya kritis seseorang. Mengasah kemampuan kita dengan kebiasaan inilah yang memberikan manfaat lebih besar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun