Mohon tunggu...
Millian Ikhsan
Millian Ikhsan Mohon Tunggu... Konsultan - Advisor

Belajar menulis. Menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Naik Kendaraan Umum

22 Mei 2024   14:32 Diperbarui: 22 Mei 2024   14:35 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jakarta sekarang bisa dibilang, sudah sangat ramah bagi pengguna transportasi umum. Sebut saja MRT, bisa dibilang kelas satu, jika dibandingkan dengan moda yang sama dikota2 besar di Asia Tenggara, bahkan konon, di dunia.

Commuter Line, nama baru dari KRL juga keren, sangat membantu untuk jadi lebih mobile di Jakarta ini dengan cepat dan murah. Dan tentu saja Transjakarta, yang walaupun salah kaprah, lebih enak disebut sebagai busway. Busway ini sungguh fenomenal, di Jakarta, walaupun dahulu di tahun 2005, ketika pertama kali diluncurkan, dianggap sangat meragukan masa depannya oleh warga Jakarta.

Perasaan saya, setelah terbiasa naik kendaraan umum ini, rasanya semakin tidak betah untuk terus bermacet-macet dengan kendaraan pribadi.

Singkatnya dengan, route yang semakin lengkap serta banyaknya titik pertemuan antar moda transportasi (transportation hub), kita hampir pasti dapat mencapai berbagai tujuan di Jakarta menggunakan kendaraan umum. Sebagai bonus, yaitu tadi, gampang urusannya, murah, cepat dan nyaman.

Ini membuat kendaraan umum, naik pamor, menjadi pilihan utama bepergian, dan kita jadi lebih banyak menghabiskan waktu dalam kendaraan umum ini.

Penumpang kendaraan umum punya cara sendiri dalam menghabiskan waktu. Ada yang sibuk dengan handphone nya, kelihatannya ini adalah favorit penumpang, kecuali kalau situasi tidak memungkinkan, ketika penumpang lagi ramai-ramainya, misalnya. Ada juga yang ngobrol, tidur atau lihat keluar atau sambil diam diam memperhatikan penumpang lain. Banyak juga yang cuma bengong. Kita justru akan membahas mengenai yang bengong ini.

Ketika sedang dalam kereta Commuter Line, yang dingin, biasanya kita akan berdiri terdiam, asyik dengan pikiran sendiri, atau kepala dibiarkan kosong. Kadang kadang bengong ini berlanjut terus melewati 2 sampai 3 stasiun. Dalam bengong kadang ada perenungan.

Ketika merenung ini sebenarnya kita mengalami pelbagai hal menyangkut pikiran dan diri kita. Memikir ulang apa saja yang telah kita lalui dalam keseharian dan kehidupan kita, bisa tiba-tiba muncul. Tanpa sengaja, kita jadi bisa melakukan evaluasi berbagai pemikiran dan perasaan. Atau mungkin sekedar memperhatikan sekitar dengan lebih mendalam, sehingga memiliki pemahaman yang lebih intens tentang aspek kehidupan.

Kegiatan yang jarang kita lakukan dengan sadar, selama ini. Istilah yang sering terdengar adalah connect to yourself, nah mungkin kondisi seperti inilah yang bisa kita manfaatkan untuk connect lebih dalam dengan diri sendiri, baik perasaan, maupun pemikiran.

Lalu apa manfaatnya? Apakah sekedar relaksasi dan killing time, sambil menunggu sampai ke tempat tujuan ?

Perenungan dan refleksi diri dapat mengurangi stress, mungkin perenungan ini bisa memilah berbagai alur pemikiran dalam otak kita dan sedikit meminggirkan ketakutan dan berbagai kecemasan kita.

Menyadari berbagai kesalahan, melakukan introspeksi dan juga menyadari berbagai potensi yang sebenarnya kita miliki dalam perenungan kita berkesempatan untuk menikmati semua ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun