Kita tentu pernah merasakan kehidupan yang terasa stagnan. Kondisi ini adalah ketika kita merasa tidak membuat kemajuan dalam kehidupan kita, yang akhirnya menyebabkan hilangnya gairah.
Diperparah dan bikin frustasi ketika situasi ini justru muncul ketika kita sedang getol-getolnya mengerjakan project atau sedang melakukan sebuah misi untuk meningkatkan kualitas kehidupan kita.
Munculnya situasi stagnan ini membuat semua hal yang sedang diupayakan berhenti ditengah jalan. Tidak ada progress, nggak maju-maju, semangat melorot ke titik dasar.
Situasi yang mirip cerita diatas, juga sering terjadi di perusahaan. Banyak transformasi yang sedang berjalan, terhenti ditengah jalan. Perlu diketahui, sebuah transformasi, biasanya membutuhkan biaya mahal, dan tentunya telah melalui perencanaan yang matang.
Namun, sebelum project ini selesai dengan tuntas, upaya transformasi ini terhenti begitu saja. Semua pihak sepertinya merasakan hal yang sama, jenuh, semangat dan antusiasme menurun.
Kalau kita menggunakan kacamata change management (manajemen perubahan), maka, usaha perbaikan dan transformasi perusahaan biasa disebut sebagai program perubahan atau inisiatif perubahan.
Transformasi dalam berbagai skala dan jenis ini, tentunya bertujuan untuk mencapai suatu kondisi baru yang lebih baik dari kondisi sebelumnya.
Misalnya, perusahaan ingin, meningkatnya produktivitas, lebih hemat waktu dalam proses produksi atau mencoba menurunkan biaya dengan menggunakan software baru, dan berbagai macam inisiatif lain yang bertujuan mencapai kondisi lebih baik.
Change Management ini adalah sebuah pendekatan yang digunakan oleh perusahaan untuk mengawal berbagai inisiatif perubahan, sampai tuntas.
Yang disebut tuntas disini adalah, ketika project ini bisa diselesaikan sesuai dengan rencana, dan seluruh karyawan yang terlibat (stakeholder) dapat beradapatasi, mengadopsi dan mempelajari dengan cepat berbagai hal baru yang menjadi tuntutan dalam kondisi baru.
Nah, mari kita kembali ke kondisi stagnan yang terjadi ditengah sebuah project perubahan tadi. Apabila hal ini terjadi dalam proses transformasi, tentunya akan bikin runyam. Tinggal tunggu waktu saja, masalah lebih besar akan menimpa, misalnya kesulitan finansial, masalah legal, kekacauan operasional dan banyak lagi.
Tidak bisa tidak, hal ini harus segera teratasi. Harus dilakukan berbagai strategi agar api semangat kembali tersulut, membangkitkan kembali energi yang sempat padam, dan meraih kembali momentum.
Ini adalah sebuah usaha besar dan stratejik, dimana perusahaan harus mampu melakukan stakeholder re-engagement, para karyawan, perlu dirangkul kembali, dilibatkan, diberi pengrtian dan bangun motivasi. Selanjutnya, cari cara untuk mengatasi penyebab terjadinya stagnansi.
Ada banyak faktor yang biasanya berkontribusi dalam terjadinya stagnansi. Ada faktor teknis, seperti kehilangan momentum, karena tingginya kesibukan operasional.
Biasanya didalam proses transformasi, secara logis akan terjadi pertambahan load pekerjaan, hal ini lah dapat menyebabkan, kehilangan momentum tadi.
Yang sering terjadi juga adalah apa yang disebut sebagai scope creep, yaitu bertambah luasnya scope pekerjaan, seiring berjalannya project. Inipun bisa menyebabkan terjadinya delay dan keterlambatan, dan terkadang hilang fokus atas pekerjaan.
Selain faktor teknis, faktor manusia juga berkontribusi penyebab stagnansi. Sebut saja kondisi yang disebut change fatigue, change saturation atau burnout. Dimana para karyawan dilanda kelelahan, kejenuhan luar biasa dengan kondisi baru, yang berubah serba cepat, kesibukan tinggi, kebingungan dan macam macam lagi.
Perusahan perlu melakukan pedekatan yang proaktif dalam situasi ini. Re-engagement seluruh karyawan harus menjadi fokus utama, komunikasi yang efektif, dan dibutuhkan kemampuan untuk tetap melakukan berbagai penyesuaian agar bisa klop dengan perubahan situasi dalam perusahaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H