masyarakat dalam pelaksanaan program sosial dan pemberdayaan masyarakat.
Dalam sebuah diskusi yang saya lakukan belum lama ini, dengan sebuah komunitas yang memiliki visi, membangun generasi muda berkualitas. Muncul beberapa pertanyaan tentang, bagaimana caranya mengelola resistensi diTentunya ini menjadi hal menarik buat saya, karena beberapa hal. Yang pertama, selama ini saya lebih terfokus pada change management yang ada di dunia bisnis. Sehingga, ketika berbicara tentang program sosial, tentu jauh berbeda.
Yang kedua, begitu pertanyaan tentang resistensi ini muncul, lantas muncul pula banyak pertanyaan lain yang lebih kurang sama. Hal membuat saya berpikir, mungkin masalah resistensi dalam program sosial ini sebuah hal yang cukup lazim terjadi dan menjadi tantangan yang tidak mudah.
Untuk itu, ada baiknya kita coba menuliskan beberapa hal dari berbagai sumber dan pemikiran yang saya kumpulkan yang terkait kepada hal ini.
Ada beberapa hal penting yang perlu diketahui dalam pengelolaan resistensi pada program sosial. Pelaksanaannya tentu berbeda dengan implementasi di perusahan atau organisasi bisnis. Apa bedanya? Perbedaan antara dunia bisnis dan program pemberdayaan, sebenarnya cukup banyak. Sebut saja, berbedanya tujuan, kondisi, culture, wewenang, strategi dan otoritas dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.
Change management, berperan dalam mengajak masyarakat melakukan hal baru yang sebelumnya mereka tidak familiar.
Ada beberapa prinsip penting yang dapat dilakukan dalam situasi ini,
1. RISET YANG CERMAT DAN MENDALAM
Keberhasilan suatu program pemberdayaan, akan sangat bergantung kepada kemampuan menggali permasalahan di lapangan, kondisi masyarakat dan solusi yang yang tepat. Keterlibatan dan masukan dari masyarakat (stakeholder) pada tahap ini sangat penting.
2. APPRECIATIVE INQUIRY
Berbeda dengan pendekatan yang sering dilakukan, dimana kita fokus kepada perbaikan "what is not working", dalam pendekatan Appreciative Inquiry, kita perlu fokus untuk meneruskan hal-hal positif yang untuk dikembangkan. Bisa disimpulkan bahwa pendekatan yang dilakukan lebih 'soft' dibanding dengan pendekatan dalam bisnis.
3. PENDEKATAN LEAN (LEAN APPROACH)
Dalam pelaksanaan program, terus diadakan upaya perbaikan secara terus menerus, baik pada strategi, proses, individu, team, organisasi maupun program dengan lebih fleksibel.
4. PERSUSASIVE LEADERSHIP DAN OPINION LEADER
Pendekatan yang lebih bersifat persuasif, dan melibatkan opinion leader yang merupakan sosok yang berpengaruh di masyarakat untuk membuka wawasan dalam memahami hal baru.