Epicurus mengelompokkan kenikmatan dalam 2 jenis, yaitu kenikmatan bergerak dan kenikmatan diam. Kenikmatan bergerak adalah kenikmatan yang dicapai dengan gerak indra-indra yang dipicu oleh hasrat untuk memenuhinya dan lalu setelahnya kenikmatan hilang sehingga menyisakan penderitaan karena keinginan akan timbul lagi, akan menghasratkannya lagi.
Epicurus menilai buruk seks dan pernikahan. Baginya kebahagiaan terbaik adalah dalam menjalin persahabatan.
Trilema Epicurus
"Tuhan, katanya, ingin menghilangkan kejahatan, tetapi tidak dapat; atau Ia dapat, tetapi tidak berniat; atau Ia tidak berniat dan tidak dapat, atau Ia berniat dan dapat. Jika Ia berniat dan tidak dapat, Ia lemah, yang tidak sesuai dengan sifat Tuhan; jika Ia dapat dan tidak berniat, ia dengki, yg juga berbeda dengan Tuhan; jika Ia tidak berniat dan tidak dapat, Ia dengki dan lemah, sehingga bukan Tuhan; jika Ia berniat dan dapat, yang sesuai dengan Tuhan, maka dari manakah kejahatan? Atau kenapa Ia tidak menghilangkannya?"
Ada mispersepsi yang berasumsi buruk mengenai penelaahan epicurus pada pencarian kebahagiaan. Timocrates bilang bahwa epicurus sampai-sampai muntah dua kali sehari akibat menghabiskan waktunya di sofa mewahnya yang terbuat dari daging dan ikan bikinan budak-budaknya. Dan Diotimus yang merupakan seorang stoic, menerbitkan yang-katanya-surat-surat-dari-epicurus terhadap murid-muridnya yang ditulis manakala ia sedang mabuk dan obsesif secara seksual.Â
Serentetan gosip-gosip macam itulah yang mengidentikkan epicurean dengan kemewahan dan dekadensi. Padahal, epicurus hidup dengan sangat sederhana dan konsep kebahagiaan serta kenikmatan yang dimaksudkan tidaklah sedangkal itu. Dia makan dengan roti, zaitun dan sesekali disertai irisan keju.
Tiga Kesalahan Manusia dalam Mendefinisikan Bahagia
Menurut Epicurus, terdapat tiga kesalahan manusia dalam mendefinisikan bahagia, yaitu:
1. Kita pikir bahwa kita membutuhkan hubungan yang romantis untuk berbahagia. Karenanya manusia tergila-gila mengejar cinta. Kata epicurus, cinta dan kebahagiaan tidak bisa berjalan selaras. Terlalu banyak kecemburuan, kesalahpahaman, dan kepahitan. Berbeda dengan persahabatan, sayangnya kita jarang sekali menemui teman-teman kita lagi akibat waktu kita digerus habis oleh pekerjaan dan keluarga.
2. Kita pikir bahwa kita harus punya banyak uang untuk berbahagia, karenanya manusia gila akan karier. Didorong oleh hasrat akan uang dan penghargaan. Tapi Pekerjaan yang membantu orang lain atau pekerjaan yang menjadikan dunia atau kehidupan yang lebih baik lah tipikal pekerjaan yang memuaskan dan membahagiakan, karena bukanlah uang atau gengsi yang menjadikan kita puas dan bahagia, melainkan rasa self fulfillment (keterpenuhan diri) melalui apa yang sedang atau telah kita kerjakan.
3. Kita pikir bahwa kita butuh kemewahan untuk berbahagia, kita memimpikan kemewahan, rekreasi ke tempat yang indah, bangunan mewah, melarikan diri ke tempat yang damai dengan pelayanannya dan bebas dari pekik pikuk kehidupan. Padahal kita hanya membutuhkan ketenangan.Â