Mohon tunggu...
Millah Nur Chanifah
Millah Nur Chanifah Mohon Tunggu... Lainnya - learner

Compilation of thought

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Berteman Dengan Kekurangan

26 Juni 2024   10:57 Diperbarui: 26 Juni 2024   10:59 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mentari dan Rembulan tak pernah ditakdirkan untuk bertemu. Siang dan malam berjalan tanpa interaksi, namun keduanya sama-sama memberi makna dan menebar manfaatnya untuk dunia, walaupun ada dalam definisi mereka sendiri. Tanah tidak pernah mengumpat pada hujan, mengapa ia menjadikannya basah kuyup dan kedinginan. Pun juga air, yang tak pernah marah pada terik sengatan matahari, yang membuat ia menguap dan lenyap di udara. Alam punya caranya sendiri, dan begitulah semesta tunduk pada takdir yang digenggamnya.

Pada masa super modern yang konon diklaim sebagai peradaban maju Industri 4.0 hari ini, jiwa kita dimanjakan dengan berbagai pilihan hiburan yang dapat diakses dengan sangat mudah hanya dengan satu sentuhan layar ponsel. Mata menyaksikan konten-konten viral yang sebagian besarnya adalah polesan-polesan palsu, yang tidak sebenar-benarnya memberikan gambaran kehidupan di dunia nyata. Seolah segala sesuatunya tampak sempurna tanpa cacat, sehingga tiap melihat nila setitik, dengan mudahnya jempol menghujat sana-sini. Hal tersebut membuat kita lupa, bahwa tidak ada yang sempurna di dunia makhluk.

Kesempurnaan "settingan" yang tampil sehari-hari seringkali sengaja dibuat untuk memantik rasa iri dan tidak puas diri, yang berujung pada rayuan untuk berlomba-lomba tampak hebat walaupun dengan menghalalkan segala cara. Dalam krisis diri yang lebih dalam, kepalsuan dan kepura-puraan bagaikan top-down relationship. Efek eksternal yang muncul biasanya sikap manipulatif dan selalu ingin diakui, merubahnya menjadi toxic dan lupa diri. Down deep inside, muncul kerusakan pada fitur penerimaan diri, sehingga tidak akan pernah merasa cukup. 

Kegagalan dalam self-acceptance sejatinya sudah masuk ke dalam komoditas industri. Mereka menjadi target market yang empuk untuk menjual beragam pilihan produk yang dulunya kebutuhan tersier dan diubah menjadi primer. Sebagai contoh, industri fashion, barang-barang branded, beauty industry, teknologi, bahkan otomotif dan tourism yang tidak pernah absen untuk menjadi ajang pamer.

Akar penyakit gagalnya penerimaan diri nyatanya dapat menjalar ke berbagai aspek kehidupan yang ujungnya akan membentuk siapa jati diri kita. Salah satu perlawanan yang dapat dilakukan diantaranya dengan menundukkan "desire" alias nafsu dan keinginan untuk terus mendapat lebih dan menuntut kesempurnaan. Selain itu, penting bagi kita untuk menambah apresiasi diri atas berapapun progres yang kita buat. Karena, tidak ada keberhasilan sustainable dan bertahan lama yang diperoleh dengan cara-cara instan, apalagi dengan kecurangan. Hal lain yang perlu diapresiasi adalah usaha-usaha yang terus kita jaga secara konsisten dan sabar. Bagaimanapun, keberhasilan adalah momentum disaat konsistensi usaha akhirnya bertemu dengan takdir keberuntungan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun