"Sudahlah, jangan berdebat lagi. Memang sudah umumnya seperti itu. Kalau tidak ikut kebiasaan, nanti apa kata orang?"
Apa kata orang? Sebuah pertanyaan yang sering diboncengi perasaan weird dan tidak nyaman. Tumbuh dalam kebijaksanaan hidup budaya timur sejatinya indah, karena ia membawa kita pada pengembaraan hidup yang disandarkan pada nilai-nilai kesopanan, keluhuran, dan keselarasan pada masyarakat dan adat istiadat. Itulah pasak pengikat agar seseorang tidak berbuat liar semaunya. Lantas, apa kata orang?
Adakalanya, pertanyaan tersebut membawa kita masuk pada dimensi kebingungan. Sebuah ruang dimana seharusnya pemeran utamanya adalah batas alias limitasi. Dunia berdesing demikian cepat setiap detiknya, seolah setiap sudutnya terkoneksi memastikan setiap orang akan terbanjiri update informasi hanya dengan beberapa detik mengakses layar ponsel. Dunia dalam genggaman gawai acapkali membuai lalai, bahwa kotak hidup milik kita yang asli diciptakan dengan batasan-batasan.Â
Apa kata orang, mengingatkan kita pada rapuhnya kendali. Ada yang luput dari tangkapan lensa kesadaran kita bahwa ketentraman yang sejati tidak pernah muncul dari kehebatan kita menaklukkan external factors, diantaranya ketergantungan akan validasi sosial. Rasa tentram hadir karena adanya kedamaian yang bersemayam didalam diri. Padahal, kedamaian tidak pernah datang dari luar. Ia muncul saat kita bersedia mengakui batasan dan kekurangan serta bersedia patuh untuk tetap berada didalam koridor kebaikan. Selagi tapak langkah tidak melenceng dari kebajikan, maka memberikan maaf pada diri sendiri atas kesalahan dan kekeliruan yang ia perbuat akan memperjelas garis batas dan kendali diri. Karena, dunia memang diciptakan dalam secuil hal kecil yang bisa kita kendalikan, sedangkan sebagian besarnya bukan dalam kemudi kita. Sesekali, bercermin memang sangatlah penting. Untuk memperbaiki apa yang rusak, dan mengganti apa yang tidak pantas. Sisanya, saat kita yakin akan upaya konsistensi perbaikan pada hal-hal yang berada dalam koridor kendali kita, maka apa kata orang, tidak apa-apa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H