Mohon tunggu...
Milq Nur Fazriah
Milq Nur Fazriah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Nama : Mil'q Nur Fazriah NIM : 121211053 Jurusan : Akuntansi | Universitas Dian Nusantara Dosen Pendamping : Prof. Dr, Apollo, M. Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Edward Coke: Actus Reus, Mens Rea untuk Bussines Villains di Indonesia

14 Juni 2024   23:10 Diperbarui: 14 Juni 2024   23:53 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendahuluan

Edward Coke, seorang ahli hukum terkenal dari Inggris pada abad ke-16 dan ke-17, adalah salah satu orang yang paling berpengaruh dalam perkembangan hukum pidana kontemporer. Ia terkenal dengan kontribusinya yang besar dalam merumuskan konsep-konsep penting dalam hukum seperti "actus reus" dan "mens rea", yang telah menjadi pilar utama dalam sistem peradilan pidana di seluruh dunia, memberikan dasar untuk menentukan apakah seseorang bersalah atau bertanggung jawab secara hukum.

Actus reus, yang berarti "tindakan bersalah" secara harfiah, merujuk pada aspek fisik dari suatu kejahatan. Ini adalah tindakan nyata yang dilakukan oleh seorang pelaku yang melanggar hukum. Dalam hal ini, actus reus mencakup semua tindakan atau kelalaian yang diakui oleh undang-undang sebagai pelanggaran. Semua tindakan ini harus terbukti terjadi dan terkait langsung dengan kerugian atau efek.

Mens rea, yang berarti "pikiran bersalah", adalah elemen mental atau psikologis yang menunjukkan apakah pelaku memiliki niat jahat atau kesadaran bahwa tindakannya salah saat melakukan tindakan tersebut. Dengan kata lain, mens rea menunjukkan kondisi mental pelaku saat tindakan dilakukan, apakah ia sadar atau tidak bahwa tindakannya melanggar hukum.

Dalam hukum pidana kontemporer, ide-ide ini sangat penting karena membantu membedakan antara tindakan yang dilakukan dengan kesadaran dan niat jahat (seperti kecelakaan) dari tindakan yang dilakukan tanpa niat jahat. Actus reus dan mens rea sangat penting dalam kasus kejahatan korporasi untuk menentukan tanggung jawab hukum bagi individu atau entitas korporasi yang terlibat dalam tindakan ilegal.

Dalam menangani berbagai kasus kejahatan korporasi di Indonesia, yang seringkali melibatkan perusahaan besar dengan jaringan yang kompleks, penerapan actus reus dan mens rea menjadi sangat penting. Kasus-kasus ini merusak kekayaan negara dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum. Beberapa kasus besar di Indonesia, seperti bencana lumpur Lapindo dan skandal Bank Century, adalah contoh nyata dari pelaksanaan ide ini.

Penegak hukum Indonesia dapat menuntut pelaku kejahatan korporasi dengan lebih efisien jika mereka menerapkan prinsip actus reus dan mens rea. Untuk memastikan bahwa mereka yang bertanggung jawab atas tindakan ilegal dapat dimintai pertanggungjawaban secara adil, ini melibatkan analisis menyeluruh terhadap tindakan (actus reus) dan niat dan kesadaran pelaku (mens rea). Hal ini sangat penting untuk mempertahankan integritas sistem hukum dan memberikan keadilan kepada korban kejahatan.

Kasus Kejahatan Korporasi di Indonesia

Perusahaan besar di Indonesia sering terlibat dalam kasus kejahatan korporasi yang melakukan tindakan ilegal untuk keuntungan finansial. Kasus PT Lapindo Brantas, yang berkontribusi pada bencana lumpur Lapindo, merupakan contoh terkenal. Kasus ini menunjukkan bagaimana actus reus dan mens rea dapat digunakan untuk menilai tindakan perusahaan dan individu yang terlibat dalamnya.

Kasus Lumpur Lapindo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun