Mohon tunggu...
Nina - Milktea50cents-
Nina - Milktea50cents- Mohon Tunggu... -

haii...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Senja Kala Itu..

8 Mei 2012   05:00 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:34 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Geliat senja merah merona, menyongsong gelap yang mulai berkuasa. Gelegar petir memekakkan telinga, bertanda langit sebentar lagi akan menangis.

Ningsih, sang gadis kecil terduduk sendiri di pinggiran trotoar ibukota yang ramai. Tak menghiraukan ratusan kendaraan yang berlalu lalang dihadapannya. Dipeluknya keranjang dagangannya yang masih penuh. Tak ada peluh, hari ini sudah terlalu sore untuk berpeluh. Ia mengkhawatirnya ibunya yang sedang sakit dirumah, namun lebih khawatir lagi karena ia harus pulang ke rumah tanpa membawa uang. Padahal ibunya butuh obat, setidaknya harus makan yang banyak. Tapi dengan uang hanya Rp.1000 yang didapat dari menjual asongan, sekarang tidak bisa membeli apa-apa. Paling hanya membeli gorengan 4 biji, yang pasti akan menambah parah batuk ibunya, batuk yang selalu mengeluarkan darah. Orang bilang TBC. Tapi Ningsih tak mengerti apa itu TBC?

Ningsih bangkit lagi, berjalan terseok mendekati mobil-mobil yang berhenti di lampu merah dan mulai menawarkan dagangannya. Ia berjalan dari mobil ke mobil, tapi tak ada yang membeli. Bahkan ketika melihatnya orang-orang dalam mobil langsung mengibaskan tangannya dan memalingkan wajah ke arah lain.

Tiba-tiba titik hujan deras menghantam bumi, Ningsih terdiam dengan baju yang seketika basah kuyup. Ia memeluk tubuhnya sendiri berusaha mencari kehangatan. Tak pelak ia menggigil dengan gigi gemeletuk. Dirapatkannya plastik transparan yang sudah menguning diatas barang dagangannya. Ningsih menoleh ketika seseorang di mobil belakang membunyikan klakson. Seorang wanita membukakan kaca jendela dan melambai ke arah Ningsih. Ningsih pun mendekat, hatinya seketika menghangat, berharap ia mendapat uang segera. Tak dipedulikan tubuh ringkihnya yang kiat bergetar, ia mendatangi mobil itu sambil tertawa.

"Ya mbak, beli mbak" kata Ningsih menyingkap sedikit barang dagangannya agar sang wanita bisa melihat isinya.

"Semua berapa?" tanya wanita itu tanpa sedikitpun melirik pada isi dagangan Ningsih. Tapi matanya menghujam menatap Ningsih dalam-dalam.

"Yang mana mbak?"

"Semua, ayo cepat sebelum lampu hijau kembali" katanya dengan angkuh membuat Ningsih kebingungan. Semua?

"Semua, maksudnya semua daganganku gitu?"Ningsih bertanya ragu.

"Iya, tiga ratus ribu cukup?"kata sang wanita sambil mengeluarkan uang lima puluh ribuan dari dompetnya.

"Wah, itu mungkin terlalu banyak mbak, daganganku cuma tiga puluh ribu saja"kata Ningsih polos.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun