"Jika meminjam uang dalam jumlah besar dari Cina, kemudian tak sanggup melunasi, pihak peminjam di bawah kontrol pemberi pinjaman," kata Mahathir kepada ABS-CBN News saat kunjungan dua hari di Filipina, mengutip The Straits Times, Jumat (8/3). Pernyataan Mahathir dilontarkan sebagai peringatan kepada Filipina, karena negara itu ia sebut sedang mendapat gelontoran dana dari Investor asal Cina.
Mahathir memperingatkan agar Filipina berhati-hati mengenai potensi jebakan yang bisa menimpa mereka jika tak bisa melunasi pinjaman layaknya Malaysia.
Mahathir menyarankan agar Filipina meregulasi dan membatasi pengaruh China di negara mereka. (Tribunnews, 19 Maret 2019).
Sejatinya, Institute For Development of Economics and Finance atau Indef juga pernah mengingatkan pemerintah agar mampu mengelola utang dengan baik. Sebab, empat negara gagal membayar utang ke Cina karena strategi pembangunan infrastrukturnya yang masif dengan menggunakan utang.
Empat negara yang gagal membayar utang itu adalah Zimbabwe, Nigeria, Sri Lanka, dan Pakistan.
Konsekuensinya beragam mulai dari mengganti mata uang menjadi Yuan hingga menukar pelabuhan dengan utang. Bahkan negara seperti Zimbabwe sudah pernah divonis bangkrut karena tak sanggup bayar utang.
Bagaimana dengan kita, Indonesia? Apakah Jokowi akan menempuh jalan seperti Mahathir yang berusaha menghindari utang Cina, takut pada Cina, baik saat Cina tengah miskin atau kaya; ataukah masih akan terus jor-joran berutang ke Negeri Komunis itu? Let's see. Wallahu a'lamu bi al-shawab.
Mohammad Ilyas
Pemerhati Sosial Politik, alumnus Pascasarjana Politik UI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H