PKB sebagai Partai Politik begitu percaya diri mematok jatah 10 kursi Menteri jelas dengan alasan yang kuat, Muhaimin Iskandar tentu tahu dan pandai mengukur seberapa penting peran PKB bagi Pemerintah Jokowi. Muhaimin Iskandar pun memberi peringatan bagi Jokowi, agar jangan sampai masuknya Gerindra mengurang jatah menteri PKB.Â
Urgensi dari masuknya Gerindra ke pemerintahan pun masih menyisakan pertanyaan, apakah untuk merekatkan persatuan bangsa ataua apa? "Koalisi pendukung Pak Jokowi itu sudah gemuk, 61 persen.Â
Kalau ikutan gabung, nanti di parlemen enggak ada penyeimbang, kita lihat kebutuhan rekonsiliasi itu. Butuh atau enggak. Kalau memang itu jadi urgensi untuk kebersamaan, yah silakan, yang penting jangan kurangi jatah PKB,".
PKB pun pantas merajuk jika jatah Menterinya dikurangi. Dan pertanyaanya apakah PKB berani mengambil langkah berani untuk melakukan manuever politik dan mengambil ultimatum tegas  demi menjaga kans kursi Menteri di Pemerintah Jokowi-Maruf.Â
PKB dan Muhaimin sebenarnya punya banyak pilihan, PKB bisa saja bermanuever layaknya Surya Paloh dengan menciptakan poros baru layaknya Gondangdia. PKB dengan motor warga NU tidaklah kecil, langkah politik yang dimainkannya jelas akan membuat peta politik berubah.
PKB bisa melakukan sebuah menuever ikut menelusuri Jalan Gondangdia. Tapi jika PKB menelusuri jalan itu jelas tidak bisa disebut sebuah langkah berani dan otentik, sebab hanya menjadi penyemarak saja.Â
Kalaulah PKB dan Muhaimin Iskandar memang pengambil resiko dalam berpolitik mungkin PKB dan Muhaimin Iskandar bisa mencoba mencari jalan baru, mensintesiskan Ijtima Ulama IV dan Pemerintah, atau jika mau ekstrim PKB bisa gabung dengan barisan Ijtima Ulama dengan dalih bahwa pemerintah terlalu bising dengan perbincangan lobi-lobi pembagian kursi jabatan, lupa amanah rakyat dan pesan Umat Islam untuk terus memajukan Indonesia. PKB yang memiliki massa NU jelas akan sangat baik jika bergabung dengan barisan Umat Islam dalam barisan Ijtima Ulama.Â
Pasca Prabowo Subianto dekat dengan Teuku Umar (PDIP), Barisan Habib dan Ulama-ulama yang terkumpul dalam barisan Alumni 212 seolah kehilangan sosok patron.Â
Muhaimin Iskandar dan PK bisa mengambil alih kekosongan itu, Visi PKB dan NU secara garis besar tentu tidak akan jauh berbeda dengan cita-cita yang diupayakan oleh Ijtima Ulama mengenai kesejahteraan umat Islam. Yang perlu dipikirkan lebih lanjut adalah bagaimana mencari sintesis pemikiran NU dan Ijtima Ulama yang dinilai banyak memiliki corak HTI.Â
Kesulitan mencari sintesa pemikiran NU dan Barisan Alumni 212 tersebut memang tidak mudah, tapi di situ letak tantangannya. Jika PKB bersama Muhaimin Iskandar berhasil melakukannya dengan apik, bukan tidak mungkin maka PKB akan berubah menjadi partai yang lebih besar lagi bahkan jika PDIP dan Gerindra digabungkan.Â
Dan tentunya akan memiliki posisi tawar politik yang sangat tinggi. Dengan begitu tidak akan ada yang berani mengusik kursi PKB. Pertanyannya akankah PKB bersama Muhaimin Iskandar berani berlayar menempuh jalur itu?? Jelas sebuah pertaruhan politik tingkat tinggi yang penuh resiko, tapi menjanjikan keuntungan berlimpah jika berhasil. Mari kita tunggu.