Mohon tunggu...
Milisi Nasional
Milisi Nasional Mohon Tunggu... Freelancer - Buruh Tulis

Baca, Tulis, Hitung

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

May Day 2019, Kapan Buruh Sejahtera?

2 Mei 2019   18:03 Diperbarui: 2 Mei 2019   18:07 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1 Mei diperingati sebagai hari perjuangan kelas pekerja dunia atau yang dikenal sebagai May Day. Setiap tahun, perayaan ini diikuti oleh hampir semua buruh di seluruh dunia. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, perayaan kali ini masih dilakukan dengan menggelar aksi menuntuk peningkatan kesejahteraan buruh.

Presiden Konferensi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mengatakan setidaknya ada beberapa permintaan para buruh yang akan diangkat dalam peringatan ini. Mulai dari yang paling utama, pengupahan, hingga turunkan tarif listrik.

Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan bahwa penolakan upah yang rendah masih menjadi permintaan para buruh. Perhitungan upah pada PP No.78 tahun 2018 adalah biang keladi murahnya upah buruh. Masalahnya, perhitungan kenaikan upah dengan formula akumulasi angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi dinilai tidak efektif mengerek kenaikan upah buruh.

Adapun, rumusan pengupahan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 78 tahun 2015 yaitu UMP tahun depan = UMP tahun berjalan + (UMP tahun berjalan x (inflasi + pertumbuhan ekonomi). Untuk tahun 2019 ini, Kementerian Ketenagakerjaan menaikkan UMP sebesar 8,03%. Kenaikan itu dihitung dari formula angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Tahun ini sendiri inflasi nasional sebesar 2,88% ditambah pertumbuhan PDB sebesar 5,15%.

Para buruh menilai, seharusnya inflasi dan pertumbuhan ekonomi tidak bisa dijadikan acuan dalam menentukan UMP. Sebab, angka kebutuhan hidup layak (KHL) buruh di Jakarta, Bekasi, dan Tangerang per Oktober 2018 mencapai Rp 4,2 juta-Rp 4,5 juta. Perhitungan ini berdasarkan survei 60 item kebutuhan yang dijadikan patokan. Buruh sendiri, lanjut Said, meminta 84 item sebagai dasar perhitungan KHL. Survei KHL sendiri sejatinya digunakan sebagai pertimbangan untuk menentukan basis upah buruh yang bekerja selama kurang dari satu tahun.

Dengan kondisi ini, maka tidak mengherankan jika Rizal Ramli yang juga tim ahli capres 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, menganggap metode penghitungan kenaikan upah buruh kurang efektif. Pasalnya, hingga kini saja pertumbuhan ekonomi hanya di kisaran 5%. Pemerintah terlalu 'memble' dalam menggenjot pertumbuhan ekonomi, sehingga upah buruh menjadi korban.

Said menambahkan, pertumbuhan ekonomi dan kenaikan upah buruh sejatinya saling terhubung. Kondisi kecilnya upah buruh seperti ini tentunya tidak akan mampu mengerek angka pertumbuhan ekonomi. Pemerintah seharusnya sadar jika salah satu komponen pertumbuhan ekonomi, yakni daya beli masyarakat, sangat bergantung dengan pertumbuhan upah buruh. Andaikan upah buruh naik, maka otomatis daya beli buruh juga naik dan akan berimbas pada konsumsi yang besar. Apabila konsumsi sudah besar dia meyakini pertumbuhan ekonomi dapat menyentuh angka 6%.

Sebelumnya, dalam pertemuan Presiden Joko Widodo dengan sejumlah pimpinan serikat buruh di Istana Kepresidenan, Bogor, Jumat (26/4), Jokowi sepakat untuk merevisi PP Pengupahan. Dirinya bakal membentuk tim khusus beranggotakan elemen pemerintah, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dan federasi serikat buruh untuk membahas revisi PP Nomor 78 Tahun 2015 tersebut.

Menanggapi rencana Jokowi, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan, wacana untuk merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan baru akan dilakukan setelah 22 Mei 2019. Menurut Hanif, pengkajian revisi PP Nomor 78 Tahun 2015 masih akan menunggu hasil penghitungan suara Pilpres 2019 secara resmi oleh KPU. Pasalnya, wacana ini muncul sebagai janji Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam posisinya sebagai calon presiden petahana.

Selain kenaikan upah buruh, aksi yang terpusat di Tenis Indoor Senayan juga menuntut pemerintah untuk menghapus sistem pemagangan yang disebut jauh lebih berbahaya ketimbang karyawan kontrak (outsourcing). Sebab, belum ada aturan khusus yang menjamin hak-hak peserta magang sehingga pemberi kerja bisa bertindak semena-mena. Said memberikan contoh, banyak ditemui upah peserta magang yang tidak seimbang dengan jam kerjanya. Kemudian, banyak kasus di mana peserta magang tidak mendapatkan jaminan kesehatan serta Jaminan Hari Tua (JHT).

Fokus pemerintahan sekarang menggenjot investasi asing dan perusahaan rintisan pada akhirnya berimbas kepada kesejahteraan buruh yang tak kunjung naik. Selama pemerintahan Jokowi, daya dukung industri terhadap pertumbuhan ekonomi makin menurun. Padahal, sektor manufaktur merupakan kunci untuk memaksimalkan pertumbuhan ekonomi. Sektor ini menjadi gantungan hidup puluhan-ratusan juta buruh di Indonesia. Pertumbuahan ekonomi Indonesia yang bertopang pada konsumsi nasional seharusnya fokus mengangkat ekonomi buruh, yang sebagian besar di sektor manufaktur, sebagai komponen terpenting masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun