Mohon tunggu...
Milisi Nasional
Milisi Nasional Mohon Tunggu... Freelancer - Buruh Tulis

Baca, Tulis, Hitung

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Pilih Mana, Kartu "Sakti" atau Kartu "Cerdas"?

15 April 2019   18:08 Diperbarui: 15 April 2019   18:20 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: TribunnewsBogor.com


Pada 2014, Presiden Joko Widodo menawarkan kartu sakti untuk memberikan akses masyarakat pada pendidikan, sosial dan kesehatan. Terbitlah Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), dan Kartu Indonesia Sehat (KIS). Setelah 4,5 tahun berlalu, program kartu tersebut mendapatkan tantangannya tatkala sang petahana maju kembali sebagai calon presiden di kontestasi 2019.

Tidak berbeda jauh dengan program andalannya pada 2014, Jokowi hadir kembali dengan kartu-kartu baru. Tidak cukup tiga, dia menggenapi kartu saktinya menjadi enam. Tiga kartu baru yang akan dia terbitkan antara lain yaitu Kartu Indonesia Pra kerja, Kartu Indonesia Pintar Kuliah, dan Kartu Sembako.

Strategi calon presiden petahana ini layak untuk ditelaah lebih lanjut. Apakah tiga kartu yang sebelumnya dikeluarkan terbukti manjur untuk mengatasi persoalan. Sehingga ketika pemerintahan baru nanti sudah berjalan, apakah dengan bertambahnya kartu maka kesejahteraan penduduk dapat meningkat?

KIP yang bertujuan untuk mendongkrak pendidikan Indonesia yang selama ini masih jauh tertinggal. Namun, hadirnya KIP ternyata tidak bisa menggerus angka buta huruf, di mana 55% anak usia 15 tahun di Indonesia buta huruf menurut riset Bank Dunia. Lebih mirisnya lagi, dalam The Right to Education Index (RTEI), Indonesia berada di peringkat lebih rendah dibandingkan dengan Filipina dan Ethiopia. Indonesia setara dengan negara seperti Honduras dan Nigeria.

Di bidang kesehatan, Jokowi menerbitkan KIS demi menjawab kondisi kesehatan masyarakat Indonesia yang berada di peringkat bawah dunia. Namun empat tahun berselang, posisi Indonesia justru turun dari peringkat 67 ke 71, berdasarkan rilisan The Legatum Prosperity Index 2018. KIS seharusnya tidak hanya berfungsi sebagai pelunas tagihan iuran BPJS namun sungguh mampu menyelesaikan persoalan kesehatan yang ada di Indonesia.

Terakhir, KKS dimana program tersebut bertujuan untuk menyokong kondisi ekonomi masyarakat kelas ekonomi bawah. Sebab nampaknya alih-alih membeberkan data yang faktual soal kondisi kemiskinan di Indonesia, Pemerintah melalui Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan banyak permainan data soal kemiskinan. BPS mengklaim bahwa kemiskinan Indonesia terendah sepanjang masa, yaitu sekitar 9,82% atau 25,95 juta jiwa. Namun standar kemiskinan sebelumnya diturunkan dari Rp14.000 ke RP13.400.

Mengkritisi program kartu sakti yang jumlahnya terus bertambah, Calon Wakil Presiden Nomor Urut 02, Sandiaga Salahuddin Uno menilai, janji pemerintah untuk "mempertebal" dompet masyarakat terlalu harfiah. Memang saat ini dompet masyarakat kelas bawah di negeri tercinta ini jauh lebih tebal. Namun bukan tebal oleh uang karena naiknya pendapatan, tetapi tebal berisi kartu-kartu sakti yang digagas oleh petahana. Alhasil, tebalnya dompet hanya mengganjal kantong celana ketika duduk.

Tidak ingin mengulangi kesalahan pendahulunya tersebut, bila terpilih nanti Sandiaga memperlihatkan kartu tandingan yang tidak hanya lebih sakti, namun juga efisien serta pintar. Satu kartu "cerdas" ini nantinya bisa menyelesaikan semua masalah yang hanya bisa diakses oleh kartu-kartu sakti pesaingnya. Hebatnya lagi, kartu tersebut sudah dimiliki oleh hampir seluruh penduduk Indonesia, yaitu e-KTP.

Sandiaga mengatakan Ilmuwan ITB telah mengujicoba kartu tersebut dalam sebuah event Young Entrepreneur Summit. Seperti diketahui, e-KTP sudah memiliki chip dan bisa digunakan oleh masyarakat untuk kebutuhan, seperti kartu kesehatan dan lain sebagainya. Sehingga, seharusnya pemerintah tidak "mempertebal" dompet masyarakat dengan kartu, tetapi dengan pendapatan yang meningkat.

Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) pun mengiyakan jika pada awalnya kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) ditujukan menjadi kartu multiguna. Pada awalnya e-KTP diterapkan sekaligus berfungsi untuk social security number, fasilitas kesehatan, hingga urusan Surat Izin Mengemudi (SIM). Namun, dalam perkembangannya, hal ini belum dapat diwujudkan hingga saat ini.

Menanggapi gagasan cawapres 02, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan KTP elektronik (e-KTP) tidak bisa dijadikan multifungsi untuk berbagai program. Namun, perlu diketahui bahwa e-KTP di Eropa isinya bukan hanya data pribadi, tetapi juga memberikan beberapa fasilitas tambahan pada penggunanya. Pemilik kartu bisa menggunakan berbagai macam fasilitas yang disediakan pemerintah hanya dengan membawa kartu tersebut, mulai dari naik angkutan umum, pembayaran, pembukaan rekening baru di bank, hingga pelayanan kesehatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun