Namun di sisi lain, masih banyak museum yang belum terdaftar maupun yang sudah terdaftar tetapi belum memenuhi standar. Hasil standarisasi tahun 2018 menunjukkan bahwa dari 435 museum yang terdaftar hanya 202 museum yang telah memenuhi standar. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya dukungan dari pemda maupun tokoh masyarakat baik dalam proses pendaftaran dan standarisasi museum.
BOP Museum diberikan hanya untuk museum yang pengelolaannya di bawah Dinas Kebudayaan baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota (kecuali di DKI Jakarta dan D.I Yogyakarta). Sementara itu museum yang dikelola oleh swasta atau perorangan tidak memperoleh BOP Museum meskipun memenuhi standar. Berdasarkan data Kemendikbud, dari 435 museum secara nasional, terdapat 151 museum yang dikelola oleh swasta atau perorangan. Dari 151 museum swasta, sebanyak 43 museum telah memenuhi standar. Tidak semua museum swasta atau perorangan memiliki kondisi pendanaan yang baik, Minimnya pendanaan yang dimiliki membuat pengelolaan museum menjadi terabaikan sehingga membuat kunjungan menjadi sepi contohnya museum Dr. A.K. Gani di Sumatera Selatan dan museum Pahlawan Nasional Jamin Gintings di Provinsi Sumatera Utara.Â
                                                        Gambar 2.  Jumlah Museum di Indonesia
Mengingat BOP Museum diperuntukkan bagi peningkatan kualitas pengelolaan museum maka kompetensi SDM pengelola sangatlah penting agar penggunaan BOP Museum dapat mencapai sasaran. Minimnya kompetensi SDM menyebabkan pengelolaan museum menjadi tidak berkembang. Pengelola tidak dapat menemukan cara atau kegiatan yang dapat menarik pengunjung dimana seharusnya pengelolaan museum mengikuti dinamika  yang ada di masyarakat.
Tantangan lain pada BOP Museum yaitu perlunya sosialisasi terhadap alokasi penggunaan BOP Museum yang telah ditetapkan Pemerintah. Penggunaan BOP Museum yaitu untuk pengelolaan koleksi (minimal 35 persen dari anggaran), program publik (minimal 45 persen dari anggaran) dan pemeliharaan sarana dan prasarana (maksimal 20 persen dari anggaran). Namun di sisi lain, kebutuhan setiap museum tentunya tidak sama sehingga alokasi untuk tiap komponen penggunaan BOP Museum berbeda (ada yang lebih mengutamakan kajian koleksi namun juga ada yang memprioritaskan program publik untuk menarik pengunjung).Â
Dengan adanya batasan besaran komponen penggunaan BOP Museum maka dapat menjadi kendala bagi museum penerima. Meskipun menurut Kemendikbud dalam hal tertentu maka besaran penggunaan BOP Museum dapat tidak sesuai dengan juknis, namun hal tersebut perlu disosialisasikan lebih lanjut kepada museum-museum penerima.
BOP Museum merupakan salah satu langkah dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi museum. Untuk mendukung pelaksanaan BOP Museum diperlukan langkah-langkah.Â
Pertama, perlunya dukungan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat  dalam penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah serta dalam proses pendaftaran dan standarisasi museum. Kedua, melakukan peningkatan kompetensi dan pendampingan terhadap sumber daya manusia pengelola museum dalam rangka penguatan fungsi museum. Ketiga, sosialisasi yang berkelanjutan terhadap daerah-daerah dalam hal penggunaan BOP Museum. Keempat, koordinasi antar kementerian atau instansi yang terkait dalam pengembangan museum sebagai bagian dari pemajuan kebudayaan sesuai amanat UU No.5 tahun 2017.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H