Jadi, setelah sekian lama, akhirnya aku berkesempatan membaca buku Dunia Sophie. Di salah satu bagian buku tersebut, termuat paradoks sokratik. Yang mana Socrates berkata bahwa, "Aku Mengetaui Satu Hal, Bahwa Aku Tidak Tau Apa-Apa".
Kutipan dari Socrates tadi selaras dengan perkataan Imam Al-Ghazali yang mengatakan bahwa manusia tergolong dalam 4 kelompok, yaitu
1. Seseorang yang tau (berilmu), dan dia tau kalau dirinya tau.
2. Seseorang yang tau (berilmu), tapi dia tidak tau kalau dirinya tau.
3. orang yang tidak tau dan mengetaui bahwa ia tidak tau.
4. orang yang tidak tau dan tidak mengetaui bahwa ia tidak tau.
Dari kedua tokoh tersebut terdapat persamaan konklusi bahwa, suatu kebijaksanaan ketika seseorang menyadari sesuatu setelah mengenali diri nya sendiri, kemudian dibarengi dengan tindakan.
Apabila mengulik lebih jauh mengenai makna paradoks sokratik di atas, kita seperti diajak untuk kembali melihat jejak yang sudah terabadikan dalam kata ”masa lalu”. Seiring waktu yang terus berjalan, ada garis edar yang semalin meluas. Waktu memperkenalkan kita pada hal-hal baru, orang-orang baru, cerita baru, dan tempat-tempat baru. Kebaruan tersebut menjadikan kita tau bahwa di dunia ini ada yang seperti itu. Pemahaman yang dulu sempat dikira sudah bulat, ternyata masih dapat diintervensi oleh hal lain nya.
Beberapa pertanyaan kerap kali tidak muncul karena ketidaktahuan. Mengira bahwa yang berjalan apa adanya ini adalah yang sebenarnya dan semestinya. Di lain sisi ada orang yang menganggap diri nya sudah tau banyak hal, jarang sekali melemparkan pertanyaan. Hal ini tentunya dipengaruhi alasan subjektif yang ingin mempertahankan opini. Yang kebenaran nya belum dapat dipastikan dan masih dapat diperdebatkan. Selain itu, alasan lain mengapa tidak mempertanyakan karena takut-takut ada jawaban yang tidak sesuai dengan yang ingin didengar. Dan yap, yang ingin didengar adalah yang membenarkan opini nya. Singkatnya, kita tidak bertanya karena tidak ingin ada yang membantah opini kita.
Masih mengenai pertanyaan tadi, akar dari bentuk refleksi berdasarkan paradoks sokratik di atas mengacu kepada pertanyaan yang ditujukan kepada diri sendiri. Mengenai ke mana langkah kaki hendak ditujukan, makna dari setiap pilihan, apa efek eksistensi diri di tengah manusia lain nya, dan banyak lagi pertanyaan yang muara nya adalah kompleksitas. Oh ternyata destinasi dari sebuah perjalanan adalah kompleksitas.
Lantas bagaimana mau kompleks kalau tidak menyadari ada bagian yang kosong ?.
Barangkali yang menyebabkan kekosongan itu sebenarnya adalah diri kita sendiri, maka cobalah ”melihat diri kembali”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H