Mohon tunggu...
MiLi
MiLi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ukir rasa dengan kata.

Education - Poetry

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pesannya tak Sampai ke Hati

17 Juni 2024   10:36 Diperbarui: 17 Juni 2024   10:41 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Barangkali sebenarnya kekeliruan berasal dari pesan yang tak sampai. Suara-suara memenuhi telinga saja, namun isi nya tidak.

Meramu kata yang mudah dimengerti sebenarnya tidak sulit, dan seharusnya juga begitu. Entah apa yang membuat sesuatu itu menjadi sulit.

Pernah beberapa kali aku menyaksikan  komunikasi yang dianggap sudah "bentukan" nya seperti itu, jadi dianggap benar, padahal pesan nya tak terkomunikasi kan. 

Adalah ketika ada 2 orang yang terpaut jarak jauh sekali. Suatu hari, tanpa bertanya terlebih dahulu tiba-tiba menghubungi via telfon. Karena situasi nya tidak memungkinkan untuk mengangkat telfon tersebut, akhirnya hanya diabaikan saja.

Selang beberapa menit, panggilan masuk terpampang di layar telfon hingga beberapa kali. Si penelpon tentu saja geram, ada apa gerangan tidak diangkat pula. Menyulut tanya yang ekstrim menuju curiga. "Sepertinya dia begini, begitu. Jangan-jangan benar lagi dia begini begitu." Huh !.

Waktu berlalu cukup lama, sampai 

"halo, ada apa menghubungi ku ?. Tadi sedang bekerja, tidak bisa mengangkat telfon."  , "Ah tidak jadi." , "Baiklah." Tut...

Begitulah seterusnya. Masing-masing tidak ada yang menjelaskan apapun. Pekerja yang tak mendapatkan alasan dihubungi. Dan si penelpon yang tak menyampaikan tujuan menghubungi.

Karena terlanjur kesal dan menduga-duga, akhirnya tak melanjutkan tujuan awal yang bisa saja sebenarnya penting. Begitulah seterusnya. Sebab hal kecil tidak akan menumpuk apabila tak terpupuk, tibalah pada puncak runyam nya komunikasi.

Suatu hari, kembali lagi gejolak itu. Ketika tanya tak terjawab. Menimbulkan terka. Begini ceritanya ; 

A : Pusing sekali kepala ku, masalah di sana dan sini tak selesai-selesai.

B : Loh ko bisa ada masalah ?. Terus nanti gimana sama yang di rumah ?.

A : Udah tenang aja, nanti juga selesai.

B : Oh oke deh. Ah iya, besok aku ada kegiatan di luar sana. Tapi baju ku udah ga ada lagi. Boleh beli ya.

A : Iya beli aja.

Percakapan berakhir di situ, namun tidak dengan masalah nya. Sia-sia nampak nya, tak ada solusi malah menambah beban diri.  Siapa yang salah kalau sudah begini ?. Ketika masing-masing tidak menyadari bahwa ego "bisa mengatasi nya sendiri" adalah awal dari masalah baru. Ketika semuanya semakin runyam, emosi tak tertahan dan keluarlah segala yang dipendam saat itu juga.

Yang seharusnya adu pikiran menyelesaikan masalah, malah jadi adu mulut. Menyalahkan satu sama lain. Kalau sudah begini yang sampai hanya emosi , pesan nya tak sampai ke hati. Dan itu menyakitkan.

Sepahit apapun fakta, ketika diucapkan dalam keadaan kepala dingin, pasti akan mudah diterima. Berbeda saat dalam luapan amarah. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun