Setelah berbuka puasa, saya dan Ibu saya yang sudah berencana membuat kue kering kastengel untuk lebaran segera menyiapkan bahan-bahan. Ini merupakan percobaan membuat kastengel kedua setelah percobaan yang pertama dulu berakhir gagal. sambil membuat adonan kue dan asik menata-nata keju diatas kuenya, kami di depan TV sambil menunggu hasil keputusan KPU malam itu.
Saya adalah satu-satunya anggota keluarga yang tidak mencoblos capres-cawapres pilihan ayah dan ibu saya. Saya ingat ketika saya dan ayah saya beradu hebat hanya gara-gara kami masing-masing beropini tentang hasil quick count, yang berakhir pada... yah tidak usah diceritakan, masih sakit hati deh saya kalau cerita hihi~ tapi ya intinya sampai sekarang saya dan Ayah saya tidak banyak saling bicara lagi sejak kejadian itu. (Jahat ya pilpres kali ini sampai bikin anak dan ayah berantem hiks)
Ibu yang saat itu memilih capres-cawapres nomer urut 1 sebenarnya sudah tahu kalau pasangan nomer urut 2 lah yang akan menang pada pengumuman hasil akhir rekapitulasi KPU. Beliau meski mengakui tapi rupanya masih kemakan opini-opini pembelaan Prabowo, menyalahkan KPU yang kurang adil dan katanya tidak merespon bawaslu yang meminta diadakan pencoblosan ulang di lima ribu sekian TPS di Jakarta.
Celoteh tiba-tiba keluar dari sang Ibu, "Yah, kalau Pak Jokowi Presidennya, nanti gaji papah sama mbak XXX (kakak saya) tidak jadi naik donk, kan kalau Prabowo Presidennya, gaji PNS naik"
Lalu saya berhenti menata kue...
Saya berhenti dan cuma diam saja...
hening...
Saya berfikir, jadi ini alasan kenapa keluarga saya yang kebanyakan PNS (saya bukan PNS) memilih Prabowo? Hanya masalah iming-iming gaji?
timbul dalam benak saya pertanyaan lain
"Kok sedangkal itu pemikirannya?"
Saya merasa, gaji naik atau tidak naik itu tergantung dari kinerja. Tidak bisa donk, mentang-mentang PNS, tapi kerjanya hanya datang absen minum teh baca koran absen lagi makan siang lalu ngobrol lalu pulang lagi digaji tinggi. Lalu bagaiman dengan pegawai-pegawai perusahaan biasa yang bekerja mungkin 2x lebih keras tapi gajinya nggak bisa selevel PNS?
Saya merasa, calon presiden manapun kalau bicara kalau soal sejahtera.. jangan hanya PNS saja yang disejahterakan, tapi seluruh rakyat Indonesia. yang diiming-imingipun jangan hanya memikirkan diri sendiri, mau enaknya saja. Mau dapat uang dan gaji tinggi? Ya bekerja. Mau itu PNS atau non PNS, sama saja.
saya tahu, PNS diluar sana juga pasti banyak yang mungkin belum sejahtera, dan saya mendukung kalau mereka bisa lebih diperhatikan kesejahteraannya, tapi ya mbok jangan lupakan masyarakat yang pengangguran juga, atau pekerja-pekerja perusahaan yang mungkin gajinya belum sesuai UMR. Intinya, daripada hanya memikirkan kesejahteraan sekelompok pekerja, kenapa nggak semuanya disejahterakan, baik itu dari semua golongan pekerja, pengusaha, dan juga malah yang pengangguran. hehe.
saya nggak tahu sih, tapi menurut saya daripada terbuai iming-iming digaji tinggi seperti yang dijanjikan salah satu capres-cawapres apabila nanti terpilih menjadi Presiden, mendingan dari pemerintah diturunkan saja gaya dan biaya hidup masyarakatnya, perbaiki kualitas hidupnya, jadikan kami masyarakat produktif. Jangan jadikan masyarakat ini konsumtif sehingga uang berapapun yang dihasilkan selalu tidak cukup untuk membeli barang-barang keinginan. Karena yang namanya manusia nggak pernah puas loh, misal udah gajinya naik.. tapi tetap saja keinginan beli ini beli itu tetap aja,. ujung-ujungnya ngeluh lagi butuh kenaikan gaji. Seakan-akan rejeki itu tertompang pada gaji. Kalau tidak pakai gaji tidak bisa hidup.
Well, kita manusia kan dituntut untuk kreatif, kalau mau uang banyak, ya bekerja esktra, entah itu ambil kerja sampingan dimana-mana, lembur, bikin bisnis sambilan, dan macam-macam lagi. Ya asal nggak cari jalan nyari duit diluar gaji dengan menipu dan korupsi sih, nah..
makanya itu, saya rasa memang perlu revolusi mental itu.. mental masyarakat yang produktif, bukan konsumtif. Yang cuman mikirin dapat gaji berapa supaya bisa memenuhi gaya hidup.
Lalu saya mengangkat wajah saya dan berkata pada ibu saya, "Mah, rejeki itu datangnya dari tangan Allah loh, bukan dari tangan Prabowo"
untunglah Ibu saya nggak marah waktu saya bilang gitu, beliau cuman senyum-senyum malu saja. tapi tetap berpendapat bahwa menjadi PNS itu enak dan ujung-ujugnnya nyuruh saya daftar PNSÂ (adduuhh maaakk...), maklum.. Ibu saya sebenarnya cita-cita ingin jadi PNS tapi nggak diperbolehkan oleh Ayah saya, jadi mungkin beliau ingin anak-anaknya semua jadi PNS.
sambil menghela nafas saya berpikir, benar-benar oke banget ya taktik pak Prabowo ini untuk mengambil hati pemilihnya, iya,, iming-iming PNS gaji naik. Wow, otomatis semua yang PNS pasti milih beliau. Belum lagi saya dengar dari teman yang orangtuanya juga PNS cerita kalau orangtuanya milih capres no.1 karena takut kalau capres no.2 jadi presiden, yang namanya sertifikasi akan dihapus, remunirasi juga dihapus, dan tidak ada kenaikan gaji bagi PNS. Yah, intinya merugikan PNS dari segi pendapatan. Bahkan ada juga cerita dari temen yang saya baca di sosial media, ada seorang sopir taksi cerita kalau pernah ada penumpang yang kebetulan seorang PNS, memprovokasi pak sopir taksinya untuk milih capres no.1, katanya biar PNS tetap gampang kalau mau korupsi.
Astagirullahaladzim... masih ada saya pegawai pemerintah yang mikir begitu.
Tapi saya yakin, masih banyak PNS PNS teladan yang tidak sampai berfikir kesana, dan tetap menjalankan kewajiban sebagai PNS yaitu melayani masyarakat dan negara dengan bekerja. Soal gaji, yah siapa sih yang nggak pengen gaji tinggi. Itu sudah manusiawi. Tapi sebagai pegawai negri sipil seharusnya nggak perlu mikir gaji dulu kalau memang niatnya jadi PNS adalah melayani rakyat. Lagipula selain gaji, banyak loh keuntungan-keuntungan menjadi PNS, misalnya ada kegiatan perjalanan dinas, rapat di hotel, uang transport, uang proyek dan macam-macam lagi. Tidak ada alasan manusia untuk tidak bersyukur, bukan?
Seandainya saya bisa bilang, siapapun presidennya toh kehidupan kita tetap seperti ini. Tidur, makan, bekerja, beribadah. Saya tidak bilang walaupun pasangan capres-cawapres yang saya pilih menang, akan otomatis memperbaiki kualitas hidup saya, gaji saya langsung naik 100%. No, saya toh tetap bekerja 8 jam per hari, 6 hari seminggu. Saya toh tetap punya tagihan-tagihan biaya hidup yang musti saya bayar tiap bulan. Lalu kenapa sekecewa itu apabila pilihan presidennya tidak menang? yang saya tahu, siapapun presidennya, tidak..atau setidaknya belum akan mengubah hidup kita menjadi lebih baik lagi dalam waktu dekat. Toh ujung-ujungnya, pada tahap awal yang bisa merubah nasib ya diri kita sendiri. Tinggal mau atau tidak kita maju menuju arah kehidupan yang lebih baik. Mau atau tidak kita mendapat lebih banyak rejeki dengan bekerja ekstra, atau ya gitu-gitu aja kerjanya sambil nunggu si bos mau menaikkan gaji kita, yang dimana bisa sampai bertahun-tahun deh nunggunya.
Saya sih berharap, dengan KPU sudah mengumumkan siapa pemenang pemilu ini, kita stop yang namanya berantem lagi, sibuk beda opini. Ngapain sih musti cari-cari perbedaan dan menjadikan bahan perdebatan kalau kita bisa mencari persamaan dan menjadikannya itu sebagai dasar persahabatan?
dan semoga visi misi nya pak Jokowi tentang revolusi mental, pendidikan karakter, mampu mengubah cara pandang kebanyakan masyarakat indonesia tentang yang namanya bekerja. Yak, seperti yang selalu dibilang pak Jokowi, "kerja, kerja kerja!" kerja terus sampai tak punya waktu memainkan kata-kata dalam berdebat dan ngegibahin temen/kolega kerja haha. Insya Allah, ketika masyarakat kita dibentuk karakternya untuk aktif bekerja, yang namanya pendapatan akan datang dengan sendirinya sesuai dengan yang kita harapkan.
Eh, selesai saya mikir begitu.. kue kastengelsnya siap dipanggang. Saya tinggal baca-baca up date di kompas, sudah matang dengan hasil rasa yang enak dan gurih. Kue kastengel hasil kerjasama dua orang yang meskipun berbeda pilihan capresnya, tapi tetap mau bekerja untuk menghasilkan kue kastengel yang enak. Hasilnya? Subhanallah, saya dan ibu saya tersenyum bersama sambil menikmati kue yang lezat itu. Inilah buah hasil dari bekerja ^^
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H