Mohon tunggu...
Daindo Milla
Daindo Milla Mohon Tunggu... Dosen - Mahasiswa Doktoral di Universitas Pendidikan Ghanesa

Saya Seorang dosen di Universitas Katolik Weetebula dan saat ini sedang mengambil S3 di Universitas Pendidikan Ghanesa Bali.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mengelolah Kelas dengan Hati, Seni Menjadi Dosen Inspiratif

26 November 2024   06:03 Diperbarui: 27 November 2024   11:47 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Dosen (Sumber: PEXELS/CHRISTINA MORILLO)

Mengajar di perguruan tinggi adalah tanggung jawab yang penuh tantangan sekaligus peluang. Di hadapan saya, setiap hari, adalah mahasiswa-mahasiswa dengan mimpi besar, yang datang dengan latar belakang dan kepribadian yang beragam.

Sebagai dosen IPA di Prodi PGSD, tugas saya bukan hanya menyampaikan teori atau konsep IPA, tetapi juga menjadi inspirasi bagi mereka yang sedang merintis jalan menuju masa depan.

Hari Pertama: Ketika Teori Bertemu Kenyataan

Sebagai dosen yang berlatar belakang pendidikan, saya memasuki ruang kuliah pada mahasiswa baru Tahun Akademik 2024-2025 dengan perasaan campur aduk---semangat, cemas, dan penasaran.

Mahasiswa-mahasiswa saya adalah anak muda dengan energi besar, tetapi tidak semuanya siap menerima materi yang saya sampaikan. Ada yang asyik mencatat, ada yang fokus pada layar laptop, tetapi ada juga yang tampak bosan dan hanya sesekali menatap ke depan.

Saat itu, saya merasa terpanggil untuk menemukan cara yang lebih efektif dan bermakna dalam mengelola kelas. Saya ingin mereka melihat kelas bukan hanya sebagai kewajiban, tetapi sebagai tempat mereka berkembang dan menemukan inspirasi.

Menghadirkan Makna di Balik Materi

Saya menyadari bahwa mahasiswa seringkali merasa belajar adalah aktivitas yang terpisah dari dunia nyata. Maka, saya mencoba membawa konteks ke dalam setiap pembahasan.

Ketika mengajar tentang ekosistem dalam mata kuliah IPA Biologi , misalnya, saya memulai dengan pertanyaan, "Bagaimana dampak deforestasi di sekitar tempat tinggal kalian?"

Diskusi pun menjadi lebih hidup. Beberapa mahasiswa membagikan cerita pribadi tentang lingkungan tempat tinggal mereka, sementara yang lain mulai berdiskusi tentang solusi.

Dari situ, saya belajar bahwa menghubungkan materi dengan kehidupan nyata dapat membangun rasa relevansi dan memotivasi mereka untuk belajar.

Mendengarkan Suara Mahasiswa

Di suatu pertemuan, saya mengadakan sesi umpan balik. Saya meminta mereka menuliskan kesan, kritik, atau ide tentang cara saya mengajar. Salah satu komentar yang menyentuh hati saya berbunyi:

"Bu, saya suka cara Ibu bercerita. Tapi kadang saya merasa takut bertanya karena khawatir jawabannya salah."

Kalimat itu membuat saya merenung. Saya pun menyadari pentingnya menciptakan suasana kelas yang aman, di mana mahasiswa merasa nyaman untuk berbicara tanpa takut dihakimi. 

Setelah itu, saya mulai mengapresiasi setiap pertanyaan dan jawaban, sekalipun tidak selalu tepat. "Tidak ada jawaban salah di kelas ini," saya katakan. "Hanya ada jawaban yang bisa kita pelajari bersama."

Membangun Hubungan yang Tulus

Salah satu momen paling berkesan dalam perjalanan saya sebagai dosen adalah ketika seorang mahasiswa datang ke ruang kerja saya. Dengan ragu, ia berkata, "Bu, saya butuh bantuan. Saya kesulitan memahami materi, tapi juga takut terlihat bodoh kalau bertanya di kelas."

Percakapan itu berlangsung lama, diakhiri dengan senyum lega dari mahasiswa tersebut. Tidak lama setelah itu, ia mulai lebih aktif di kelas, bahkan menjadi salah satu yang paling sering bertanya.

Dari situ, saya belajar bahwa mahasiswa tidak hanya membutuhkan dosen yang mengajar, tetapi juga yang mendengarkan dan mendukung mereka.

Refleksi: Inspirasi di Tengah Tantangan

Menjadi dosen inspiratif adalah seni yang membutuhkan keseimbangan antara memberikan pengetahuan dan menyentuh hati mahasiswa.

Ini tentang bagaimana kita membawa mereka melampaui teori, mendorong mereka untuk berpikir kritis, dan yang terpenting, membuat mereka merasa dihargai sebagai individu.

Ketika kelas terakhir di semester itu selesai, seorang mahasiswa mendekati saya dan berkata, "Bu, terima kasih. Kelas Ibu membuat saya tidak hanya belajar tentang biologi, tetapi juga tentang keberanian dan bagaimana berpikir lebih luas."

Ucapan itu adalah pengingat bahwa peran dosen jauh melampaui sekadar mendidik. Di setiap tatapan penuh harapan mahasiswa, ada peluang bagi kita untuk meninggalkan jejak yang berarti. Karena mengelola kelas dengan hati adalah tentang membangun masa depan, satu jiwa pada satu waktu.

Semoga cerita ini dapat menjadi inspirasi bagi para pendidik di manapun, terutama dosen, untuk terus membangun hubungan yang tulus dan menciptakan pembelajaran yang bermakna bagi mahasiswa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun