Sedangkan yang empat perlima selebihnya maka dibagi sama antara mereka yang merampas (dalam perang) itu, sebagai pengamalan ketentuan yang bisa dipahami dari ayat suci tersebut dan praktek Nabi s.a.w. ketika beliau membagi (tanah pertanian) Khaybar kepada para tentara.
Maka, sebagai pengamalan al-Qur'an dan al-Sunnah, datanglah para perampas (harta rampasan perang) itu kepada 'Umar ibn al-Khaththab, dan meminta agar ia mengambil seperlima daripadanya untuk Allah dan orang-orang yang disebutkan dalam ayat (dimasukkan dalam bayt al-mal), kemudian membagi sisanya kepada mereka yang telah merampasnya dalam perang. (Kemudian terjadi dialog berikut):
Kata 'Umar: "Lalu bagaimana dengan orang-orang Muslim yang datang kemudian? Mereka mendapati tanah-tanah pertanian beserta garapannya telah habis terbagi-bagi, dan telah pula terwariskan turun-temurun dan terkuasai? Itu bukanlah pendapat (yang baik).
'Abd al-Rahman ibn 'Awf, menyanggah 'Umar: "Lalu apa pendapat (yang baik)? Tanah pertanian dan garapannya itu tidak lain adalah harta rampasan yang diberikan Allah kepada mereka!"
'Umar menjawab: "Itu tidak lain adalah katamu sendiri, dan aku tidak berpendapat begitu. Demi Tuhan, tidak akan ada lagi negeri yang dibebaskan sesudahku yang di situ terdapat kekayaan besar, bahkan mungkin akan menjadi beban atas orang-orang Muslim. Jika aku bagi-bagikan tanah-tanah di Irak beserta garapannya, tanah-tanah di Syam beserta garapannya, maka dengan apa pos-pos pertahanan akan dibiayai? Dan apa yang tersisa untuk anak cucu dan janda-janda di negeri itu dan ditempat lain dari kalangan penduduk Syam dan Irak?"
Kasus Ijtihad 'Umar Ibn Al-Khattab (3)
Orang pun banyak berkumpul sekitar 'Umar, dan mereka semua berseru; "Apakah engkau akan memberikan sesuatu yang oleh Allah diberikan untuk kami dengan perantaraan pedang-pedang kami kepada kaum yang belum ada dan belum bersaksi? Dan kepada anak-anak mereka itu serta cucu-cucu mereka yang belum ada?"
Namun 'Umar tak bergeming kecuali berkata: "Itulah pendapatku."
Mereka menyahut: "Bermusyawarahlah!"
Maka 'Umar pun bermusyawarah dengan kaum Muhajirin yang terkemuka, dan mereka ini berselisih pendapat. Adapun Abd al-Rahman ibn 'Awf, maka pendapatnya ialah agar diberikan kepada para tentara itu apa yang telah menjadi hak mereka. Sedangkan pendapat 'Utsman, 'Ali, Thalhah dan Ibn 'Umar sama dengan pendapat Umar.
Kemudian 'Umar memanggil sepuluh orang dari golongan Ansar, lima orang dari suku al-Aws dan lima orang dari suku al-Khazraj, terdiri dari para pembesar dan petinggi mereka. Setelah mereka berkumpul, 'Umar membaca hamdalah dan memuji Tuhan, kemudian berkata (penuturan al-Dawalibi ini tidak jauh berbeda dengan al-Khuli di atas):