Mohon tunggu...
Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal Mohon Tunggu... -

manusia biasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ijtihad Umar Ibn Khattab (Cak Nur)

10 Juni 2011   07:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:40 714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tetapi kebanyakan para sahabat menolak kecuali jika tanah-tanah itu dibagikan di antara mereka karena tanah-tanah itu adalah harta-kekayaan yang dikaruniakan Allah sebagai rampasan (fay') kepada mereka.

Adapun titik pandangan 'Umar ialah bahwa negeri-negeri yang dibebaskan itu memerlukan tentara pendudukan yang tinggal di sana, dan tentara itu tentulah memerlukan ongkos. Maka jika tanah-tanah pertanian itu habis dibagi-bagi, lalu bagaimana tentara pendudukan itu mendapatkan logistik mereka?' ... Demikian itu, ditambah lagi bahwa Allah tidak menghendaki harta kekayaan hanya berkisar atau menjadi sumber rejeki kaum kaya saja. Jika habis dibagi-bagi tanah-tanah pertanian yang luas di Syam, Mesir, Irak dan Persia kepada beberapa ribu sahabat, maka menumpuklah kekayaan di tangan mereka, dan tidak lagi tersisa sesuatu apa pun untuk mereka yang masuk Islam kelak kemudian hari sesudah itu. Sehingga terjadilah adanya kekayaan yang melimpah di satu pihak, dan kebutuhan (kemiskinan) yang mendesak di pihak lain ... Itulah keadaan yang hati nurani 'Umar tidak bisa menerimanya.

Tetapi dalil dari Kitab dan Sunnah berada di pihak mereka yang menentang pendapat 'Umar, yang terdiri dari mereka yang menghendaki kekayaan yang memang halal dan telah dikaruniakan Tuhan kepada mereka itu.

Mereka ini mengajukan argumen kepadanya bahwa harta kekayaan itu adalah fay' (jenis harta yang diperoleh dari peperangan), dan tanah rampasan serupa itu telah pernah dibagi-bagikan Rasul 'alayhi al-salam sebelumnya, dan beliau (Rasul) tidak pernah melakukan sesuatu seperti yang ingin dilakukan 'Umar. Terutama Bilal r.a. sangat keras terhadap 'Umar, dan mempelopori gerakan oposisi sehingga menyesakkan dada 'Umar dan menyusahkannya, sehingga karena susah dan sedihnya itu 'Umar mengangkat kedua tangannya kepada Tuhan dan berseru, "Oh Tuhan, lindungilah aku dari Bilal dan kawan-kawan." Akhirnya memang Tuhan melindunginya dari Bilal dan kawan-kawan dengan paham keagamaannya yang mendalam, yang meneranginya dengan suatu cahaya dari celah baris-baris dalam Kitab Suci, dan dengan argumen yang unggul, yang semua golongan tunduk kepada kekuatannya.

Begitulah 'Umar yang suatu saat berkata kepada sahabat-sahabatnya yang hadir bahwa Sa'd ibn Abi Waqqas menulis surat kepadanya dari Irak bahwa masyarakat (tentara Muslim) yang ada bersama dia telah memintanya untuk membagi-bagi harta rampasan di antara mereka dan tanah-tanah pertanian yang dikaruniakan Allah kepada mereka sebagai rampasan juga. (Kemudian terjadi dialog berikut):

Sekelompok dari mereka berkata: "Tulis surat kepadanya dan hendaknya ia membagi-bagikan tanah itu antara mereka."

'Umar: "Lalu bagaimana dengan orang-orang Muslim yang datang kemudian sesudah itu, yang akan mendapati tanah-tanah telah habis terbagi-bagikan, terwariskan dari orang-orang tua serta telah terkuasai?... Ini bukanlah pendapat yang benar."

'Abd al-Rahman ibn 'Awf: "Lalu apa pendapat yang benar?... Tanah-tanah itu tidak lain daripada sesuatu yang dikaruniakan Tuhan kepada mereka sebagai rampasan!" 'Umar: "Memang seperti yang kau katakan ... Tapi aku tidak melihatnya begitu ... Demi Tuhan, tiada lagi suatu negeri akan dibebaskan sesudahku melainkan mungkin akan menjadi beban atas orang-orang Muslim ... Jika tanah-tanah pertanian di Irak dan Syam dibagi-bagikan, maka dengan apa biaya pos-pos pertahanan ditutup, dan apa yang tersisa bagi anak turun dan para janda di negeri ini dan di tempat lain dari kalangan penduduk Syam dan Irak?"

Orang banyak: "Bagaimana mungkin sesuatu yang dikaruniakan Tuhan kepada kami sebagai harta rampasan dengan perantaraan pedang-pedang kami akan engkau serahkan kepada kaum yang belum ada dan belum bersaksi, serta kepada anak-cucu mereka turun-temurun yang belum ada?"

'Umar (dalam keadaan bingung dan termangu): "Ini adalah suatu pendapat."

Orang banyak: "Bermusyawarahlah"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun